(Arrahmah.com) – Bahkan seorang Utusan Allah SWT pun tak mau main gusur. Syahdan, ketika Kota Madinah dilanda paceklik air bersih, masyarakat termasuk warga Muslim harus antre untuk membeli air di satu-satunya sumber air yang tersisa.
Sumur air itu bernama Raumah, milik seorang Yahudi. Merasa memonopoli sumur, si Yahudi sangat sewenang-wenang dalam menjual air.
Tentu saja Rasulullah SAW prihatin atas kondisi tersebut. Namun, walau beliau kepala negara, tidak mau main gusur. Sebab, hak privat yang legal tidak boleh diambil pemerintah secara sewenang-wenang atas nama kepentingan publik.
Maka Rasulullah SAW kemudian berseru, “Wahai Saudaraku, siapa saja diantara kalian yang bersedia membeli sumur itu lalu menginfakkan untuk umat, niscaya dia akan mendapat balasan surga Allah SWT” (HR Muslim).
Tanpa pikir panjang, Utsman bin Affan ra yang kaya segera membeli sumur itu dengan harga tinggi. Beliau lalu mewakafkannya untuk ummat. Sejak itulah sumur Raumah gratis dimanfaatkan siapa saja, termasuk si Yahudi mantan pemiliknya.
Kesejahteraan publik pula yang diperjuangkan Khalifah Umar bin Khattab. Di jamannya, jangankan kenyamanan manusia, keselamatan binatang pun Sang Khalifah pasang badan untuk menjaminnya. Kitab At-Tamkin Lil Umat Islamiyah Fi Dhau’ Al-Qur’anul Karim mencatat ikrar beliau: “Jika sampai seekor baghal (ternak hasil perkawinan kuda dan keledai) jatuh tergelincir di Irak, niscaya akulah yang paling bertanggung jawab atasnya dikarenakan tidak memberi fasilitas jalan terbaik.”
Khalifah Umar mencegah kezaliman penguasa hingga ke pelosok negeri. Ketika Gubernur (Wali) Mesir, ‘Amru bin al-‘Ash, hendak memperluas masjid dengan menggusur rumah orang Yahudi, Khalifah Umar memberinya peringatan keras melalui pesan pada sebuah ruas tulang. Rumah Yahudi itupun selamat dari tukar guling yang tak disetujuinya.
Niscaya Jakarta juga membutuhkan pemimpin yang tak hobby menggusur warga dhuafa secara tidak semena-mena. Ibukota merindukan pemimpin yang Muslim yang baik.
(*/arrahmah.com)