TEHERAN (Arrahmah.id) — Pemimpin Agung Iran mengatakan, Senin (6/3/2023), bahwa jika serangkaian dugaan peracunan di sekolah perempuan terbukti disengaja, para pelakunya harus dihukum mati karena melakukan kejahatan yang tak termaafkan.
Ini adalah pertama kalinya Ayatollah Ali Khamenei, yang menjadi pemegang keputusan akhir tentang semua urusan negara, berbicara secara terbuka tentang dugaan peracunan, yang dimulai akhir tahun lalu dan telah membuat ratusan anak, umumnya perempuan, jatuh sakit.
Para pejabat Iran baru mengakuinya dalam beberapa pekan terakhir dan tidak memberikan perincian tentang siapa yang mungkin berada di balik serangan itu atau bahan kimia apa, jika ada, yang telah digunakan. Tidak seperti negara tetangganya Afghanistan, Iran tidak memiliki sejarah ekstremis agama yang menarget pendidikan anak perempuan.
“Jika peracunan siswa terbukti, mereka yang berada di balik kejahatan ini harus dihukum mati dan tidak akan ada amnesti bagi mereka,” kata Khamenei, menurut kantor berita pemerintah Iran, IRNA, seperti dilansir VOA (6/3).
Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi mengatakan pada akhir pekan bahwa “sampel mencurigakan” telah dikumpulkan oleh para penyelidik, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Ia meminta masyarakat untuk tetap tenang dan menuduh musuh yang tidak disebutkan namanya menimbulkan rasa takut untuk merusak Republik Islam itu.
Vahidi mengatakan setidaknya 52 sekolah mengalami kasus peracunan yang dicurigai, sementara laporan media Iran menyebutkan jumlah sekolah yang mengalami insiden itu lebih dari 60. Setidaknya satu sekolah anak laki-laki juga dilaporkan telah mengalami kasus peracunan.
Video-video yang menunjukkan sejumlah orang tua yang kesal dan murid-murid perempuan di ruang gawat darurat dengan infus di tangan mereka telah membanjiri media sosial.
Iran telah memberlakukan pembatasan ketat pada media independen sejak pecahnya protes nasional pada bulan September, sehingga sulit untuk menentukan sifat dan ruang lingkup dugaan peracunan.
Presiden Ebrahim Raisi menuduh musuh-musuh Iran berada di balik insiden keracunan yang menimpa para siswi sekolah-sekolah di Iran.
Pada hari Senin, media-media Iran melaporkan bahwa pihak berwenang menangkap seorang jurnalis yang berbasis di Qom, Ali Pourtabatabaei, yang secara reguler melaporkan dugaan peracunan.
Surat kabar garis keras Kayhan dalam sebuah tajuk rencananya menyerukan penangkapan para penerbit surat kabar yang mempublikasikan artikel-artikel yang mengkritik pemerintah teokrasi Iran.
Anak-anak yang diduga menjadi korban peracunan dilaporkan mengeluhkan sakit kepala, jantung berdebar-debar, merasa lesu atau tidak bisa bergerak. Beberapa di antara mereka menggambarkan mencium bau jeruk peras, klorin, atau bahan pembersih yang sangat kuat.
Laporan-laporan menunjukkan setidaknya 400 anak sekolah telah jatuh sakit sejak November. Vahidi mengatakan dalam pernyataannya bahwa dua gadis masih dirawat di rumah sakit karena kondisi kronis terkait dugaan peracunan. Sejauh ini, tidak ada korban jiwa dilaporkan. (hanoum/arrahmah.id)