BAGHDAD (Arrahmah.com) — Hasil akhir yang diumumkan Komisi Pemilu Irak pada Selasa (30/11/2021) mengukuhkan bahwa pemimpin Syiah Muqtada Al Sadr merupakan pemenang pemilu Oktober lalu. Al Sadr menguasai 73 dari 329 kursi di parlemen.
Partai Sunni yang dipimpin Ketua Parlemen Mohamed Al Halbousi berada di urutan kedua dengan 37 kursi, sementara Partai Demokrat Kurdistan KDP meraih 31 kursi.
Dilansir AP (1/12), hasil pemilu ini juga menegaskan bahwa faksi-faksi pro-Iran yang telah menuduh terjadinya kecurangan dalam pemilu, kehilangan sekitar dua pertiga kursi mereka dalam pemilu 10 Oktober lalu.
Faksi yang dikenal sebagai Aliansi Fatah, yang mewakili kelompok paramiliter Syiah yang dikenal sebagai Pasukan Mobilisasi Rakyat, meraih 17 kursi – turun dari 48 kursi dalam pemilihan terakhir.
Kandidat-kandidat independen yang muncul dari gerakan protes pada Oktober 2019 lalu dan mencalonkan diri di bawah nama Imtidad, memenangkan sembilan kursi.
Komisi Pemilu Irak menerima lebih dari seribu pengaduan terkait pemilu yang disampaikan oleh kelompok-kelompok Syiah yang menuduh telah terjadinya kecurangan.
Menurut komisi itu prosedur banding hanya mengubah sekitar lima kursi, sementara hasil keseluruhan kurang lebih tetap sama.
Klaim kecurangan pemilih yang tidak berdasar telah membayangi pemilihan umum yang mendapat pujian dari berbagai pihak seperti Amerika Serikat dan Dewan Keamanan PBB, karena menjadi pemilihan yang paling lancar dalam beberapa tahun belakangan. Pemilu tersebut berjalan tanpa gangguan teknis yang berarti.
Hasil akhir ini akan dikirim ke Mahkamah Agung Federal untuk diratifikasi. Setelah itu presiden akan mengadakan sidang parlemen dalam waktu 15 hari untuk memilih seorang ketua baru.
Pemungutan suara tanggal 10 Oktober lalu diselenggarakan beberapa bulan lebih cepat dari jadwal sebagai tanggapan atas demonstrasi massal pada akhir tahun 2019, yang menyebabkan puluhan ribu orang di Baghdad dan provinsi-provinsi selatan yang didominasi Syiah bersatu menentang korupsi endemik, layanan yang buruk dan pengangguran.
Mereka juga memprotes campur tangan yang parah dari negara tetangga, Iran, dalam urusan dalam negeri Irak, lewat kelompok milisi yang didukung Iran. (hanoum/arrahmah.com)