Oleh Ine Wulansari
Ibu Rumah Tangga
Kebencian terhadap Islam dan ajarannya tak pernah berhenti. Para pelaku Islamofobia kian menggencarkan serangannya tanpa ada perlawanan berarti. Mulai dari penghinaan terhadap Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang mulia, diskriminasi terhadap kaum muslimah yang berhijab, hingga pembakaran Al-Qur’an. Seperti yang terjadi belakangan ini, aksi pembakaran Qur’an di Swedia saat umat muslim tengah merayakan Iduladha. Pelaku tersebut disinyalir merupakan warga Irak bernama Salwan Momika. Sontak perbuatan tercela pelaku membuat aksi unjuk rasa, mereka menilai pembakaran Al-Qur’an merupakan bentuk provokasi.
Tindakan yang dilakukan atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi ini tentu menuai banyak kecaman di seluruh dunia. Salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui keterangan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim yang mengecam ulah pelaku. Menurutnya, kebebasan tersebut sangat merugikan hak-hak warga lain terutama umat Islam, yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah dan oleh siapapun. Sebelum Salwan, rangkaian pembakaran Al-Qur’an pernah dilakukan sebelumnya oleh politikus sayap kanan Erasmus Pakudan. (bbc.com, 30 Juni 2023)
Buntut dari tindakan pelaku yang dengan sengaja membakar Al-Qur’an, mendapat kecaman dunia Islam. Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan memberi reaksi, ia mengatakan “Tidak bisa diterima untuk membiarkan tindakan anti-Islam semacam ini dengan dalih kebebasan”. Begitu juga dengan negara-negara Timur Tengah turut mengecam keras atas insiden yang melukai perasaan umat Islam, seperti Irak, Iran, Arab Saudi, dan Mesir. Bahkan, Maroko dan Yordania telah menarik duta besar mereka untuk Stockholm.
Kenyataan di atas, bukan aksi sekali dua kali yang diperbuat para pembenci Islam. Mereka dengan sadar melakukan perbuatan yang memicu kecaman dan protes baik warga muslim maupun nonmuslim. Begitu juga kekecewaan yang dilayangkan para petinggi negeri-negeri muslim di dunia. Namun sangat disayangkan, tindakan pembakaran Al-Qur’an yang berulang-ulang ini, disebabkan lemahnya posisi kaum Muslim dan para pemimpinnya. Setiap ada pelaku penistaan, penghinaan, dan pelecehan terhadap Islam, respon pemimpin negeri Islam sekadar marah, mengecam, dan mengutuk secara diplomatis. Tanpa ada tindakan tegas yang dilakukan sampai saat ini.
Berbagai kritikan yang dilontarkan para pemimpin negeri Islam tampaknya sebatas ucapan saja, tanpa ada tindakan nyata. Mereka tidak menunjukkan pembelaan yang hakiki ketika penghinaan terhadap Islam terus terjadi. Sehingga, dengan lemahnya posisi mereka justru semakin menumbuhsuburkan pelaku Islamofobia di dunia. Meskipun jumlah umat muslim dan pemimpin negeri muslim banyak, tetapi tidak berdaya. Ibarat badan tanpa kepala, disebabkan tidak adanya kepemimpinan tunggal yang mampu membela, melindungi, dan menjaga kehormatan serta kemuliaan Islam dan kaum muslim.
Sekat-sekat negara telah memisahkan persatuan kaum muslim di seluruh dunia. Kalaupun seluruh umat Islam bersatu memperlihatkan kekuatannya, itu hanya sesaat dan tak berarti apapun. Pada akhirnya, keadaan umat Islam seperti buih dilautan, banyak dari segi jumlah akan tetapi tak memiliki pengaruh di mata internasional. Bahkan negeri-negeri Muslim cenderung menjadi pengikut sejati kepentingan Barat. Tentu saja, persatuan yang diharapkan hadir atas dasar akidah Islam tak pernah tercapai.
Saat ini, persatuan umat yang didambakan tampaknya sulit untuk diwujudkan. Begitulah yang Barat inginkan, umat Islam terus dalam kondisi lemah dan tidak percaya diri terhadap Islam dan ajarannya. Sampai-sampai Barat menggiring dan menancapkan keraguan pada jiwa-jiwa kaum muslim. Menjadi umat terbaik yang Allah gambarkan dalam Al-Qur’an butuh perjuangan yang keras untuk meraihnya
Inilah gambaran kehidupan yang dipimpin sistem Kapitalisme Sekulerisme yang merajai dunia. Seluruh aturan yang diterapkan berpusat pada kepentingan negara penguasa. Meskipun Barat menggencarkan pentingnya toleransi, faktanya mereka membiarkan penistaan terhadap Islam. Hal tersebut dibenturkan dengan dalih kebebasan, tetapi mendiskriminasikan dan intoleran terhadap Islam dan pemeluknya. Kebebasan hanya untuk mereka, sedangkan bagi Islam dan pemeluknya dikekang dan dikendalikan.
Sungguh, penistaan terhadap Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan kecaman dan aksi demo saja. Para pembenci Islam akan terus bermunculan dengan cara dan pelaku yang berbeda-beda. Akan ada Salwan yang lainnya selama Islam tidak mempunyai kepemimpinan yang satu, yakni Daulah Islam.
Dalam Islam, agama wajib dijaga kehormatan dan kemuliaannya. Menjadi tanggung jawab negara dalam menjaga dan memelihara agama. Oleh karena itu, tujuan diterapkannya syariat menjadi benteng perlindungan terhadap Islam dan pemeluknya. Ketegasan Islam akan ditunjukkan ketika ada yang menistakan. Sikap tersebut diperlihatkan oleh Khalifah Abdul Hamid II yang mendapati negara Prancis akan menggelar teater yang melecehkan Rasulullah saw. Khalifah memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan sambil berkata “Akulah Khalifah umat Islam, Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukkan tersebut!” Dengan tegas dan lantang sehingga membuat Prancis mengurungkan niat tersebut.
Begitulah seharusnya pemimpin kaum muslim, tegas dan berani menentang kezaliman. Secara terang-terangan memperlihatkan kewibawaannya. Namun sayang, hingga saat ini umat Islam rapuh tiada pegangan dan tujuan. Ketiadaan pemimpin yang mampu membela Islam dan pemeluknya, menyeretnya dalam pusaran perpecahan karena sekat kebangsaan. Bayangan indahnya hidup dalam naungan Daulah Islam lenyap tak berbekas dalam benak umat. Sebab sistem Kapitalisme Sekuler menguasai dan menggerogoti jiwa-jiwa kaum muslim. Sehingga menghalangi pikiran dan perasaan umat akan persatuan hakiki di bawah kepemimpinan Islam.
Pemimpin berkarakter yang memiliki keberanian dan ketegasan dalam menindak para penista agama akan lahir dari sistem Islam. Akidah yang kokoh menjadi landasan dalam menjalankan amanah kepemimpinannya sebagai pelaksana hukum-hukum Allah.
Oleh karena itu, hanya dengan Daulah Islam yang menerapkan syariat kafah agama akan terlindungi. Menjadi kewajiban kita semua untuk terus menyuarakan penerapan syariat Islam di tengah-tengah umat. Agar mereka memahami bahwa dengan diterapkannya syariat secara menyeluruh di segala aspek kehidupan, akan menyelesaikan setiap problematika yang umat hadapi.
Wallahua’lam bish shawab.