DAMASKUS (Arrahmah.id) – Pemimpin de facto Suriah Ahmad Asy Syaraa bertemu dengan para petinggi Kristen pada Selasa (31/12/2024), di tengah-tengah seruan agar pemimpin Hai’ah Tahrir Syam (HTS) menjamin hak-hak minoritas setelah mengambil alih kekuasaan pada awal bulan ini.
“Pemimpin pemerintahan Suriah yang baru, Ahmad Asy Syaraa bertemu dengan delegasi dari komunitas Kristen di Damaskus,” Komando Umum Suriah mengatakan dalam sebuah pernyataan di Telegram.
Pernyataan tersebut menyertakan foto-foto pertemuan dengan para pendeta Katolik, Ortodoks, dan Anglikan, lansir Al Jazeera.
Sebelumnya pada Selasa, Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Noel Barrot menyerukan transisi politik yang inklusif di Suriah yang menjamin hak-hak komunitas yang beragam di negara itu.
Ia menyatakan harapannya agar “rakyat Suriah dapat mengambil kembali kendali atas nasib mereka sendiri”.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut, negara ini membutuhkan “transisi politik di Suriah yang mencakup semua komunitas dalam keragamannya, yang menjunjung tinggi hak-hak paling dasar dan kebebasan fundamental,” kata Barrot dalam kunjungannya ke Lebanon bersama Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu.
Barrot dan Lecornu juga bertemu dengan kepala militer Lebanon Joseph Aoun dan mengunjungi pasukan penjaga perdamaian PBB yang berpatroli di perbatasan selatan, di mana gencatan senjata yang rapuh mengakhiri pertempuran sengit antara “Israel” dan Hizbullah pada akhir November.
Pembicaraan ‘positif’ dengan SDF
Sejak merebut kekuasaan, kepemimpinan baru Suriah, yang dipimpin oleh Asy Syaraa, yang sebelumnya merupakan anggota al-Qaeda, telah berulang kali mencoba meyakinkan minoritas bahwa mereka tidak akan dirugikan, meskipun beberapa insiden terpisah telah memicu protes.
Pada 25 Desember, ribuan orang melakukan protes di beberapa daerah di Suriah setelah sebuah video beredar yang menunjukkan sebuah serangan terhadap sebuah kuil Alawiyah di bagian utara negara itu.
Sehari sebelumnya, ratusan demonstran turun ke jalan di daerah-daerah Kristen di Damaskus untuk memprotes pembakaran pohon Natal di dekat Hama di Suriah tengah.
Sebelum perang meletus pada 2011, Suriah merupakan rumah bagi sekitar satu juta orang Kristen, menurut analis Fabrice Balanche, yang mengatakan bahwa jumlah mereka telah berkurang menjadi sekitar 300.000 orang.
Sebelumnya, seorang pejabat Suriah mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa Asy Syaraa mengadakan pembicaraan “positif” dengan delegasi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi pada Senin.
Pembicaraan tersebut merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Asy Syaraa dengan para komandan SDF sejak para pejuang Suriah menggulingkan penguasa lama Bashar al-Assad pada awal Desember lalu, dan dilakukan ketika SDF terlibat dalam pertempuran dengan faksi-faksi yang didukung oleh Turki di Suriah utara.
SDF yang didukung oleh Amerika Serikat mempelopori kampanye militer yang mendorong para pejuang ISIS dari wilayah terakhir mereka di Suriah pada 2019.
Namun, Turki, yang telah lama memiliki hubungan dengan kelompok HTS pimpinan Asy Syaraa, mengatakan bahwa SDF dipimpin oleh anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah mengobarkan pemberontakan selama empat dekade terhadap negara Turki, dan dicap sebagai kelompok teroris oleh Turki dan Amerika Serikat.
Pada Ahad, Asy Syaraa mengatakan kepada televisi Al Arabiya bahwa SDF harus diintegrasikan ke dalam tentara nasional yang baru.
“Senjata harus berada di tangan negara saja. Siapa pun yang bersenjata dan memenuhi syarat untuk bergabung dengan kementerian pertahanan, kami akan menyambut mereka,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.id)