SEMARANG (Arrahmah.com) – Pemerintah dituntut berkomitmen dalam melanjutkan dan melaksanakan pemikiran almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang hak-hak perempuan Indonesia terutama mengenai kesetaraan gender.
“Hal tersebut dirasa perlu dan penting untuk segera dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai gender yang telah diperjuangkan Gus Dur,” kata koordinator aksi peringatan tujuh hari wafatnya Gus Dur, Agnes Widanti di Semarang, Selasa (5/1) malam.
Peringatan tujuh hari wafatnya Gus Dur ini dilakukan di kawasan videotron Jalan Pahlawan Semarang yang diselenggarakan oleh Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah dan diikuti oleh tokoh-tokoh lintas agama yang ada di Indonesia dan puluhan LSM perempuan di kota setempat.
Aksi tersebut diisi dengan doa bersama yang dipimpin secara bergantian oleh tokoh agama masing-masing dengan duduk mengelilingi puluhan lilin yang menyala serta sebuah foto Gus Dur berukuran besar,
Setelah berdoa, mereka menyanyikan lagu `Gugur Bunga` sambil menabur bunga di sekitar lilin yang menyala dan diakhiri dengan pembacaan orasi mengenai pemikiran serta perjuangan Gus Dur semasa hidupnya.
Agnes menjelaskan, selain peduli terhadap perdamaian, pluralisme, demokrasi, dan pembelaan terhadap kaum minoritas, Gus Dur juga peduli terhadap hak asasi perempuan Indonesia.
“Gus Dur memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat fundamental bagi terwujudnya kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki di Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, Gus Dur juga berupaya merealisasikan pemikiran tersebut melalui tindakan nyata pembelaan hak asasi perempuan dalam kehidupan bernegara dan sosial kemasyarakatan.
“Tindakan-tindakan nyata tersebut antara lain, penyusunan RUU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang disahkan pada masa pemerintahan Megawati,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, perlawanan terhadap poligami dan penggunaan agama untuk pembenarannya, perlawanan terhadap fatwa haram mengenai kepemimpinan termasuk presiden serta penerapan kebijakan `affirmative action` untuk perempuan terutama di partai politik yang ada.
Agnes mengatakan, pemikiran dan tindakan nyata tersebut membuktikan bahwa Gus Dur merupakan pembela hak asasi perempuan dan bagian dari gerakan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia.
“Oleh karena itu, melalui aksi peringatan tujuh hari wafatnya Gus Dur, pemerintah harus secepatnya mengambil tindakan untuk mengamandemen segala peraturan kebijakan di berbagai tingkatan untuk mempercepat kesetaraan gender,” ujarnya.
Agnes menambahkan, polemik mengenai pemberian penghargaan terhadap Gus Dur yang berkembang saat ini tidak terlalu penting karena menurutnya yang terpenting adalah komitmen pemerintah dalam melanjutkan ajaran dan pemikiran Gus Dur dalam segala hal. (ant/arrahmah.com)