JAKARTA (Arrahmah.com) – Prof Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud salah seorang cendekiawan besar asal Malaysia menyatakan bahwa peran yang sangat penting dalam membangun peradaban dan pendidikan bukan berada pada anak dan level pendidikan terendah tetapi berada diorang tua dan level pendidikan tinggi ia menyitir sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Semua yang lahir itu adalah fitrah. Hingga kedua orangtuanyalah yang menjadikkan anak tersebut menjadi yahudi, majusi atau nasrani.”
“Hadits itu tidak hanya menunjukkan pentingnya menjaga anak-anak saja, tetapi fokusnya kepada orang tua, jika orang tuanya tak baik maka anak tersebut juga takkan menjadi baik. Dan kaidah ini adalah kaidah ilahi” ungkap Direktur Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS), Universitas Teknologi Malaysia ini berbicara dalam sebuah bincang-bincang dengan tema “Konsep Pendidikan Tinggi Ideal Dalam Islam” di AQL Islamic Center, Jakarta, Rabu malam (20/2/2013).
Pria yang dijuluki Trio Chicago bersama Amien Rais dan Syafi’i Ma’arif namun berbeda secara pemikiran ini juga menekankan betapa pentingnya peran perguruan tinggi dalam rangka mereformasi sekolah jenjang menengah. Karena menurutnya, merubah setiap level institusi pendidikan semuanya sama penting, namun, untuk melakuan itu semua dibutuhkan guru, pembuat kurikulumnya, dan yang membuat dasarnya.
“Mereka semua itu berasal dari orang perguruan tinggi. Walaupun objek yang paling langsung adalah anak-anak di pra sekolah, tapi gurunya adalah hasil dari perguruan tinggi, pembuat kebijakan pendidikannya adalah hasil dari perguruan tinggi, pejabat pemerintah adalah hasil perguruan tinggi, kalau semua itu rusak maka semua akan hancur,” Jelas prof.Wan yang dimoderatori Pembina Insist DR.Adian Husaini.
Kata profesor yang kagum terhadap bangsa Indonesia ini, hal inilah yang benar-benar difahami oleh kaum Yahudi terkait peran perguruan tinggi dalam menundukkan Islam dan menguasai dunia.
“Yahudi faham betul konsep ini, oleh karena itu di Amerika setiap ilmuwan dan dosen diperguruan tinggi rata-rata diisi oleh orang-orang Yahudi. Meskipun, mereka tidak saling mengenal, mereka memahami konsep ini sehingga berujung tetap pada satu hal yaitu hancurnya target mereka,” tutur Cendikiawan anti liberalisme ini.
Ia menceritakan, Tunku Abdul Rahman, perdana menteri pertama Malaysia pada tahun 1970 pernah menulis surat terhadap para pemikir besar islam di zaman itu, termasuk ulama indonesia macam HAMKA dan M. Natsir tentang problem terbesar apa yang sebenarnya terjadi pada ummat Islam.Dia mengatakan bahwa umat Islam memang terpecah dengan problem sosial, politik, kemiskinan, perpecahan, dan wanita. Tetapi problem yang paling mendasar adalah a crisis in knowledge, kekeliruan tentang ilmu. bukan sekedar kejahilan tentang ilmu, ignorance in knowledge tetapi kekeliruan.
“Kekeliruan dan kebingungan dalam ilmu ini didasari pada kebingungan apa itu ilmu, apa tujuannya dan bagaimana mengenal dan menyampaikan berbagai ilmu ini tadi. Inilah problem semua perguruan tinggi,” pungkasnya. (bilal/arahmah.com)