AZERBAIJAN (Arrahmah.com) – Muslim Azerbaijan mengeluhkan penindasan dilakukan lewat kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintahan negaranya. Pemerintahan Presiden Ilham Aliyev yang menganut sekularisme sangat membatasi kebebasan beragama di negara yang terletak di selatan Kaukasus dan berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Presiden Aliyev melarang berdirinya partai Islam, menutup masjid-masjid yang dianggap tidak mematuhi aturan pemerintah dan baru-baru ini melarang salat yang digelar di halaman-halaman masjid.
Menurut analis politik di Azerbaijan, Rasim Musabayov, Aliyev menerapkan kebijakan ketat terhadap aktivitas Muslim karena khawatir tidak bisa mengontrolnya dan akan menjadi ancaman bagi kekuasaannya.
“Pemerintah merasa dalam bahaya. Tapi, pemerintah boleh saja melarang partai politik Islam, namun sangat tidak mungkin memerintahkan menutup masjid-masjid,” kata Musabayov.
Kritik serupa dilontarkan imam masjid bernama Ilgar Ibrahimoglu, yang masjidnya ditutup oleh pemerintah. Ia menilai pemerintahan Aliyev telah menerapkan strategi Soviet untuk mengatasi persoalan terkait dengan warga Muslim. “Dengan memberlakukan larangan-larangan, otoritas pemerintah ingin menyelesaikan masalah seperti cara Soviet,” ujar Ibrahimoglu.
Sejak Uni Soviet runtuh tahun 1991, Azerbaijan menjadi negara yang independen. Ketika masih berada di bawah kekuasaan Uni Soviet, pemerintah Soviet menutup masjid-masjid, warga Muslim dilarang melakukan salat di tempat-tempat umum dan dilarang pergi haji ke Arab Saudi. Setelah merdeka, pemerintah Azerbaijan melihat kekuatan Islam sebagai pesaingnya dan dianggap bisa mengancam penguasa sekuler negeri itu.
Para pemuka Islam di Azerbaijan mengingatkan pemerintah bahwa penindasan yang mereka lakukan bisa memicu sikap penolakan dan balas dendam. “Karena tidak adanya program-program pendidikan agama … kelompok-kelompok ekstrimis akan mengisi kekosongan,” tukas Ibrahimoglu.
Menurutnya, kelompok-kelompok fundamentalis sudah melebarkan pengaruhnya sampai ke desa-desa di Azerbaijan. Pemuka Muslim di kota Nardaran dekat Baku, Natik Karimov mengatakan, masyarakat merindukan kebebasan menjalankan ibadah agamanya setelah bertahun-tahun di bawah penindasan Soviet.
“Agama adalah warisan nasional kami. Dan warisan itu digerus selama lebih dari 80 tahun. Kondisi ini bisa memicu ketegangan dan menimbulkan persoalan. Masyarakat lokal akan marah,” Karimov mengingatkan.
Dan peristiwa semacam itu sudah pernah terjadi pada tahun 2002, ketika warga Nardaran menggelar aksi protes terhadap pemerintah. Aksi protes itu menyebabkan seorang warga lokal tewas dan sejumlah orang luka-luka. Kota Nardaran di Azerbaijan berpenduduk 8.500 orang dimana semua Muslimahnya berkerudung. Kota ini juga melarang penjualan alkohol dan di jalan-jalannya banyak dijumpai tulisan ayat-ayat al-Quran. (Hanin Mazaya/iol/eramuslim)