ARAKAN (Arrahmah.com) – Pemerintah Burma (Myanmar) kembali berupaya untuk memaksa Muslim Rohingya terdaftar sebagai “Bengali,” etnis yang selama ini dituduhkan kepada warga Muslim Rohingya.
Rezim Musyrik Burma sebelumnya telah melakukan langkah untuk memaksa warga Rohingya merubah identitas mereka menjadi etnis Bengali. Namun nampaknya upaya mereka gagal, dan sekarang pemerintah kembali melakukan kampanye perubahan identitas warga Rohingya.
Pemerintah Burma melakukan segala cara untuk membuktikan kepada dunia bahwa warga Rohingya di Arakan adalah ilegal yang bermigrasi dari Bangladesh.
Pertama, pemerintah mulai memeriksa dan menyelidiki dokumen dan bukti-bukti untuk identifikasi, terutama di daerah-daerah di mana rumah-rumah warga Rohingya telah hangus dibakar oleh warga Buddhis Rakhine. Kedua, tim investigasi pemerintah menargetkan para korban yang kehilangan seluruh milik mereka akibat insiden pembakaran, para pengungsi yang lemah, miskin, dan terkhusus yang buta huruf, sehingga akan mudah bagi pemerintah untuk memaksa dan mengelabui mereka.
Para warga Rohingya diberikan janji-janji palsu bahwa jika mereka mau mengakui sebagai orang Bengali, maka pemerintah akan memenuhi seluruh hak fundamental mereka.
Ketika pemerintah gagal membujuk mereka dengan cara tersebut, karena warga Rohingya tidak berani berbohong tentang asal mereka, upaya selanjutnya adalah mengancam mereka, seperti biasa yaitu dengan menangkapi mereka, memukuli, menyiksa mereka dan memeras sejumlah uang dari mereka. Tetapi nampaknya upaya ini akan gagal juga, sebab warga Rohingya tetap teguh terhadap pendirian mereka meskipun mereka terus didiskriminasi.
Kasus pemaksaan terbaru
Menurut laporan Rohingya Blogger pada Sabtu (24/11/2012), di wilayah yang berada di bawah otoritas aparat perbatasan (Nasaka), Maungdaw dan Buthidaung, setiap imam masjid -yang merupakan tokoh-tokoh agama masyarakat Rohingya- dipanggil oleh Nasaka ke kantor mereka bersama dengan petugas desa, dengan dalih untuk menghadiri pertemuan resmi.
Setelah mereka tiba di kantor itu, mereka diminta untuk melepaskan atribut Islam, seperti kopiah dan baju panjang (gamis laki-laki), dan diharuskan membayar 500 Kyat sebelum masuk kantor. Kemudian, mereka dipaksa untuk mengisi sebuah form informasi identitas dan harus ditandatangani, tetapi kolom “ras” dalam keadaan kosong, atau bahkan diminta untuk menandatangani form yang benar-benar kosong. Dengan begitu otoritas bisa mengisi kolom “ras” dengan identitas Bengali. Setelah itu, para petugas Nasaka membiarkan mereka pulang dengan harus membayar 2000 hingga 6000 Kyat dari setiap imam.
Dengan cara ini, pemerintah Burma nampaknya berharap bahwa dengan memaksa para imam menandatangi form identitas sebagai etnis Bengali, masyarakat Rohingya lainnya akan mengikuti para imam, dan mereka bisa secara resmi dianggap sebagai “imigran ilegal.”
Rezim Burma selama ini tidak bisa membuktikan kepada dunia bahwa Muslim Rohingya di Arakan adalah imigran ilegal dari Bangladesh, sebab pengakuan warga Rohingya sendiri menyatakan bahwa mereka lahir dan besar di Arakan selama generasi ke generasi. Oleh karena itu, Burma membutuhkan bukti tertulis bahwa Muslim Rohingya adalah “imigran gelap.” (siraaj/arrahmah.com)