YANGON (Arrahmah.com) – Sebuah kelompok hak asasi manusia internasional pada Senin (8/5/2017) mendesak pemerintah Myanmar untuk membuka kembali dua sekolah Islam yang ditutup pada akhir April menyusul tuntutan massa yang dipimpin oleh biksu ultra-nasionalis.
Pemerintah setempat menutup dua madrasah di Kota Tharkayta di Yangon yang merupakan kota terbesar di negara itu, pada 28 April setelah lebih dari 100 orang yang dipimpin oleh biksu Buddha ultra-nasionalis menuntut penutupan segera sekolah-sekolah agama di daerah yang mereka klaim dioperasikan sebagai masjid.
Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York pada Senin mengatakan penutupan tersebut merupakan “kegagalan pemerintah untuk melindungi minoritas agama di negara tersebut”.
“Pemerintah harus segera membalikkan penutupan ini, mengakhiri pembatasan terhadap praktik agama minoritas, dan menuntut ultra-nasionalis Buddha yang melanggar hukum agama atas nama agama,” kata wakil direktur HRW, Phil Robertson.
Seorang perwira senior di Kepolisian Yangon mengatakan kepada AA pada 29 April bahwa sekolah-sekolah tersebut “ditutup sementara” dan “tanpa keputusan pengadilan untuk mencegah konflik berikutnya”.
Tin Shwe, kepala salah satu madrasah yang ditutup, mengatakan bahwa gerombolan tersebut diyakini telah siap untuk menghancurkan atau membakar sekolah-sekolah kecuali jika pemerintah memberikan tuntutan mereka.
Phil Robertson mengatakan: “Para pemimpin Birma tidak dapat duduk santai dan menunggu insiden kekerasan berikutnya terhadap kelompok minoritas.
“Mereka perlu mengambil langkah proaktif untuk mengatasi ketegangan dan sengketa agama sehingga semua orang dapat mempraktikkan agama mereka dengan damai dan aman.”
Gerakan anti-Muslim telah meningkat di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha sejak terjadi wabah kekerasan komunal di negara bagian Rakhine barat tahun 2012. (fath/arrahmah.com)