Dalam surat yang ditandatangai oleh Kolonel Ahmad Hassan Ali, Senin (15/1), keempat media tersebut diminta untuk menghentikan operasinya dan diwajibkan melapor ke kantor keamanan nasional Somalia pada hari ini, Selasa (16/1).
“Anda harus tutup berdasarkan surat ini dan datang pada pukul 10.00 pagi, hari Selasa, ke kantor keamanan nasional,” demikian isi surat perintah itu.
Empat media besar yang dilarang beroperasi oleh pemerintahan sementara Somalia adalah, HornAfrik Media, Shabelle Media Network, stasiun radio IQK dan al-Jazeera.
Pemerintah Somalia memegang kendali komando sejak berhasil merebut ibukota Mogadishu dari pasukan Mahkamah Islamiyah, dengan bantuan pasukan militer dari Ethiopia.
Sejauh ini, baru HornAfrik dan Shabelle-dua media penyiaran independen terbesar di Somalia-yang memastikan akan tutup sesuai perintah dari pemerintahan interim Somalia.
Al-jazeera mengaku belum diberitahu soal larangan itu, namun mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk melarang medianya beroperasi. Sedangkan pihak stasiun radio IQK, belum bisa dimintai komentarnya.
“Sekarang, ada pemerintah yang berkuasa, mereka harus mendapatkan izin dan menghindari munculnya kekisruhan dengan menayangkan laporan-laporan yang belum dikonfirmasi,” kata juru bicara pemerintah, Abdirahman Dinari.
Ia menolak memberikan penjelasan, apakah keputusan larangan itu dilakukan berdasarkan wewenang untuk melakukan sweeping yang diberikan parlemen pada Presiden Abdullahi Yusuf pada hari Sabtu kemarin.
“Jika inilah yang dimaksud dengan situasi darurat, maka larangan ini telah merongrong nilai-nilai demokratis yang telah diproklamirkan oleh pemerintah,” demikian isi pernyataan Persatuan Wartawan Nasional Somalia atas larangan tersebut. (ln/aljz)