JAKARTA (Arrahmah.com) – Menurut Sekjend PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan HAM) Indonesia Rozaq Asyhari pemerintah telah kecolongan dengan beredarnya vaksin palsu di 14 rumah sakit.
“Peredaran sembilan jenis vaksin palsu sangat merugikan masyarakat, apalagi vaksin palsu tersebubt bisa beredar dengan leluasa sampai dengan 13 tahun. Pasti banyak masyarakat yang telah dirugikan, apalagi penggunanya adalah bayi dan balita” ungkapnya , Sabtu (16/7/2016)
Dia mengkritisi kinerja badan POM yang seharusnya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.
“Ini menunjukkan lemahnya kerja pemerintah dalam melakukan pengawasan obat. Oleh karenanya, presiden perlu mengevaluasi kinerja dari lembaga pengawas obat dan makanan. Bila perlu dilakukan audit, jangan sampai ada pembiaran oleh oknum di lembaga pengawas sehingga vaksin palsu bisa beredar hingga belasan tahun” papar kandidat doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.
“Selain itu pemerintah perlu mendesain pencegahan agar modus serupa tidak dilakukan oleh orang lain. Misalkan saja dengan memperketat pola pengelolaan sampah dan limbah medis. Sehingga tidak ada lagi penggunaan botol bekas untuk vaksin palsu. Pengawasan ini perlu ditingkatkan agar tidak tidak terjadi lagi pada obat-obatan lainnya”, lanjut Rozaq memberikan solusi preventif atas persoalan vaksin palsu.
Lebih lanjut dia mengungkapkan perlunya kerja sama atar lembaga pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.
“Masyarakat umum tentunya tidak bisa membedakan antara vaksin yang asli dengan palsu. Karenanya mereka mempercayakannya pada instansi dan tenaga kesehatan. Oleh karenanya, diperlukan kerja sama antara Badan POM dan Departemen Kesehatan untuk memberikan kepastian bahwa vaksin yang diberikan telah sesuai standar dan dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten” tutupnya.
(azm/arrahmah.com)