JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto, sebagaimana dikutip dari mediaumat.com, menyatakan pemerintah harus proporsional menyikapi ISIS dan khilafah.
“Ini yang menurut saya pemerintah harus menyikapinya secara proporsional. Dalam arti bahwa bisa saja pemerintah tidak setuju dengan organisasi yang bernama ISIS tetapi jangan sampai kemudian penolakan terhadap ISIS itu menjadi penolakan terhadap ide khilafah,” ungkapnya kepada Selasa (5/8/2014).
Menurutnya, jangan sampai isu pendeklarasian khilafah oleh ISIS dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan monsterisasi terhadap ide khilafah. “Monsterisasi ini menurut saya akan menimbulkan komplikasi, alih-alih akan menyelesaikan masalah ISIS, malah menimbulkan masalah baru karena mengkriminalisasi ide yang bersumber dari ajaran Islam,” tegasnya.
Khilafah ajaran Islam
Ismail menjelaskan khilafah adalah ide Islam sehingga umat Islam wajib mendukungnya. Khilafah bersumber dari Alquran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Dan yang substansi dari ide khilafah itu ukhuwah, syariah dan dakwah. Ukhuwah artinya persatuan umat Islam seluruh dunia. Syariah artinya penerapan syariat Islam secara kaffah. Dakwah artinya menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
“Tiga substansi inilah yang terangkum dalam kata ‘khilafah’ maka tidak ada yang buruk dari ide khilafah karena ini bersumber dari sumber ajaran Islam makanya wajib didukung oleh umat Islam,” ungkapnya.
Khilafah yang dideklarasikan ISIS tidak Syar’i
Terkait pendeklarasian khilafah oleh ISIS, Ismail juga menyatakan HTI berpendapat sebagaimana pernyataan resmi Amir Hizbut Tahrir Syeikh Atha Abu Rashta. “Deklarasi yang dilakukan ISIS tidak bisa dianggap deklarasi yang absah secara syar’i. Karena dia tidak memenuhi empat kriteria sekaligus!” tegasnya.
Pertama, mestinya kekhilafahan itu memiliki wilayah secara otonom. Sedangkan yang dikuasai oleh ISIS adalah sebagian wilayah Suriah dan sebagian wilayah Irak. Jadi wilayah itu sesungguhnya masih berada di dalam kewenangan Suriah dan Irak. “Mereka menguasai wilayah itu secara militer iya, tetapi belumlah bisa dikatakan menguasai wilayah itu secara otonom,” beber Ismail.
Kedua, keamanannya belum sepenuhnya di tangan kaum Muslimin. Dan ini menunjukkan bahwa mereka belum dapat sepenuhnya mempertahankan wilayah tersebut karena masih harus berhadapan dengan penguasa yang dianggap sah menguasai wilayah itu.
Ketiga, menerapkan syariat Islam secara kaaffaah.
Keempat, khalifahnya sendiri harus memenuhi tujuh syarat pengangkatan khalifah, yaitu: muslim; baligh; laki-laki; merdeka; berakal; mampu dan adil (tidak fasik).
“Karenanya Hizbut Tahrir, tidak mengakui keabsahan deklarasi khilafah oleh ISIS tersebut,” tegasnya. (azm/arrahmah.com)