JAKARTA (Arrahmah.com) – Lantaran tidak ada payung hukum alias pungutan liar (pungli), pemerintah hanya menunda pemungutan dana ketahanan energi yang semula dibebankan pada harga baru bahan bakar minyak (BBM), dengan besar pungutan untuk solar Rp300 per liter dan premium Rp200 perliter.
Menguip Antara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Kantor Presiden Jakarta, Senin, mengatakan untuk menghindari berbagai kontroversi yang muncul terkait dana ketahanan energi maka harga BBM yang baru tidak akan lagi ditambahi dengan penghimpunan dana ketahanan energi.
“Menghindari berbagai kontroversi yang muncul. Konsekuensi, harga BBM akan dikenakan harga baru yang tidak lagi ditambahi dengan penghimpunan dana ketahanan energi,” katanya.
Meski demikian Sudirman tetap ngotot, setelah ada payung hukum, pungutan dana ketahanan energi (DKE) pada harga BBM akan diberlakukan.
Menurutnya, dana itu penting karena Indonesia perlu mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk melepaskan ketergantungan dari energi fosil. Itu bisa dilakukan dengan bantuan dana DKE.
” Kalau kita lihat lebih dalam, maka ada 12 ribu desa belum dapat listrik secara sempurna. Karena itu dibutuhkan himpun dana yang akan digunakan untuk dorong pembangunan EBT. Itu ide keseluruhan,” ujar Sudirman dalam jumpa pers di kantor kepresidenan, Jakarta, Senin (4/1), lansir JPNN.
Pungli yang dilekatkan pemerintah pada harga BBM menimbulkan kontroversi dan tanda tanya di kalangan masyarakat. Sepanjang usia NKRI, baru kali inilah pemerintah terang-terangan mengutip dana dari rakyat. Meski dibungkus nama Dana Ketahanan Energi maka tetap saja berupa pungutan uang atau dana yang menjadi beban masyarakat.
“Bukan hanya soal dasar hukum yang masih centang perentang, namun juga sulit memahami logika dan alasan pemerintah menerapkan pungutan ini. Sebab, justru berkali-kali pejabat pemerintah ini mengharamkan berbagai bentuk pungutan,” kata Ariadi Achmad seperti dilansir Teropongsenayan.
Lalu apa alasan yang sesungguhnya pungli itu? Mana yang benar, untuk pengembangan energi terbarukan atau pengaman gejolak harga minyak? Sudah sedemikian bingungkah atau hilang akalkah pemerintahan ini mengelola sektor energi?
“Kita menggugat pungutan seperti ini karena mengusik rasa keadilan rakyat. Sebab jika terhadap korporasi yang bergerak dalam bidang energi pemerintah royal memberikan insentif, namun semena-mena terhadap rakyatnya sendiri,” kata Ariadi. (azm/arrahmah.com)