JAKARTA (Arrahmah.com) – Lembaga swadaya masyarakat Sawit Watch mendesak pemerintah melakukan tindakan nyata menegakkan hukum terhadap korporasi terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan tidak hanya berhenti sampai penyegelan.
Menurut data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) total sudah 328.724 hektare lahan terbakar selama Januari hingga Agustus 2019 dan terdapat sekitar 2.719 titik panas.
“Kami melihat sejauh ini ada sejumlah aturan yang tidak dilaksanakan dan juga penegakkan hukum tidak berjalan,” ungkap Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware, dalam konferensi pers yang dilakukan di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Inda mengungkapkan, beberapa titik api telah ditemukan di dekat daerah perkebunan sawit yang bisa terlihat dari aplikasi pengawasan milik asosiasi industri kelapa sawit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Inda mengapresiasi tindakan RSPO untuk membuka data bahwa beberapa titik api telah ditemukan di perkebunan yang dikelola oleh anggotanya.
Koalisi meminta pemerintah untuk merevisi dan meninjau izin-izin yang sudah ada saat ini, hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Dia juga meminta agar RSPO dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang memberikan sertifikat untuk korporasi sawit untuk mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan.
“Kebijakan moratorium hutan dan gambut serta sawit tidak berjalan, jadi ini seperti lip service. Seolah ini dikeluarkan kebijakan tapi tidak dijalankan, hanya seperti obat penenang,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)