XINJIANG (Arrahmah.com) – Sekelompok etnis Uyghur minoritas mengaku rumah mereka di wilayah Xinjiang China barat, secara tidak adil dihancurkan oleh otoritas lokal enam bulan. Kini mereka masih menunggu kompensasi yang telah dijanjikan oleh pemerintah, menurut salah satu pemilik rumah, sebagaimana dilaporkan Radio Free Asia (RFA) pada Rabu (24/11/2014).
Rumah tujuh warga daerah otonomi Hobuksar Mongol (Hebekesaier, dalam bahasa Cina) di prefektur Tarbaghatay dihancurkan pada Mei lalu karena para pejabat mengatakan mereka tidak memiliki dokumen kepemilikan yang tepat. Padahal, warga telah membeli properti dari pemerintah daerah (pemda), namun hingga saat ini pemda tidak menyediakan surat resmi kepemilikan tanah dan bangunan tersebut, kata pemilik rumah Seypidin Sidik.
Sidik mengatakan bahwa kakaknya yang mencoba membela rumahnya dari pembongkaran paksa dipukuli sampai ia kehilangan kesadaran, sementara istrinya ditahan sebentar.
Ia mengatakan kepada RFA Uyghur Service bahwa pejabat perencanaan kota setempat setuju untuk membayar 310.000 yuan (US $ 50.466) untuk kehancuran setiap tanah dan bangunan dengan luas 400 meter persegi (4.306 kaki persegi) setelah tujuh hari warga melanjutkan kampanye tanpa henti untuk mencari ganti rugi dari pemerintah .
Mereka diberi uang sewa apartemen kecil yang murah sebagai tindakan sementara dan dipaksa untuk menandatangani janji oleh pihak berwenang bahwa mereka telah menjual rumah mereka.
“Sudah setengah tahun sejak saya dan istri saya pindah ke sebuah apartemen kecil, dan setelah bernegosiasi dengan kantor perencanaan kota beberapa kali, [mereka] setuju untuk menawarkan saya pembayaran 310.000 yuan untuk rumah saya yang dihancurkan,” katanya.
“Tanpa pilihan lain, saya dipaksa untuk menandatangani bahwa saya telah menjual rumah dan kebun [kepada] mereka,” katanya. “Meskipun saya menerima tawaran itu, mereka masih belum membayar saya 310.000 yuan.”
Kini masih ada banyak Muslim Uighur yang senasib bahkan lebih parah dari Sidik. Namun mereka tetap memegang teguh akidahnya meski hidup terkatung-katung di Xinjiang, tanpa kepastian hidup dan menderita diskriminasi etnis, kontrol agama yang menindas kontrol oleh rezim komunis. Tindakan represif dari pemerintah menjadikan Muslim Uighur terus berada dalam kemiskinan dan pengangguran, di tengah masuknya mayoritas Cina Han ke wilayah ini. Allahu hafidz. (adibahasan/arrahmah.com)