WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pemerintah Saudi terbukti merekrut dua karyawan Twitter untuk mendapatkan informasi pemilik akun pribadi yang melontarkan kritik kepada pemerintah, kata seorang jaksa pada Rabu (6/11/2019).
Sebuah surat pengaduan yang disegel di Pengadilan Distrik AS di San Francisco merinci adanya upaya terkoordinasi oleh pejabat pemerintah Saudi untuk merekrut karyawan di salah satu raksasa media sosial tersebut untuk mencari data pribadi ribuan akun Twitter.
Dilaporkan bahwa akun-akun itu termasuk akun milik jurnalis populer dengan lebih dari 1 juta pengikut dan kritikus pemerintah terkemuka lainnya.
Mereka juga menuduh bahwa karyawan yang direkrut tersebut dibayar dengan arloji hasil karya desainer terkemuka dan puluhan ribu dolar yang disalurkan ke rekening bank rahasia. Mereka dituduh bertindak sebagai agen ilegal Arab Saudi di AS.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Saudi melalui kedutaan besarnya di Washington enggan untuk memberikan komentar.
Ahmad Abouammo, mantan manajer kemitraan media yang bertanggung jawab atas akun-akun Twitter di wilayah Timur Tengah pada 2015, juga didakwa memalsukan dokumen dan membuat pernyataan palsu ketika diinterogasi oleh agen FBI di rumahnya di Seattle, sebuah pelanggaran dengan ancaman hukuman maksimum 30 tahun di penjara jika terbukti bersalah.
Saat sidangnya digelar di pengadilan federal Seattle pada Rabu (6/11), Abouammo diperintahkan untuk tetap ditahan sambil menunggu sidang pemeriksaan penahanan yang akan dilaksanakan pada Jumat mendatang.
Pengacaranya, Christopher Black, menolak berkomentar, seperti halnya istri Abouammo, yang tidak menyebutkan namanya.
Peneliti menuduh bahwa seorang penasihat keluarga kerajaan Saudi merekrut insinyur Twitter Ali Alzabarah dengan menerbangkannya ke Washington untuk pertemuan pribadi dengan anggota keluarga kerajaan yang tidak disebutkan namanya.
“Dalam waktu satu minggu setelah kembali ke San Francisco, Alzabarah mulai mengakses tanpa otorisasi data pribadi pengguna Twitter secara massal,” tulis pernyataan dalam surat pengaduan tersebut.
Ada lebih dari 6.000 data pengguna Twitter yang telah diakses oleh Alzabarah, termasuk setidaknya 33 nama pengguna yang telah mengirimkan permintaan pengungkapan darurat ke Twitter, kata para peneliti.
Setelah dihadapkan oleh pengawasnya di Twitter, Alzabarah mengakui mengakses data pengguna dan mengatakan dia melakukannya karena penasaran, kata pihak berwenang, sebagaimana dilansir Daily Sabah.
Alzabarah mendapat cuti administratif, laptop miliknya disita, dan ia dikawal keluar dari kantor. Keesokan harinya, ia terbang ke Arab Saudi bersama istri dan putrinya dan belum kembali ke Amerika Serikat, kata para penyelidik.
Surat perintah penangkapannya dikeluarkan sebagai bagian dari pengaduan. (rafa/arrahmah.com)