JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengecam keras pemberian pembebasan bersyarat oleh rezim Jokowi terhadap Pollycarpus, pelaku pembunuhan aktifis HAM Munir Said Thalib.
“Kami menilai pemberian pembebasan bersyarat tersebut merupakan sinyal bahaya terhadap penuntasan kasus pembunuhan Munir dan juga perlindungan HAM dalam pemerintahan Jokowi,” tulis siaran pers KontraS, Ahad (30/11/2014).
Selanjutnya KontraS menyebut, ketiadaan komitmen atas penuntasan kasus pelanggaran HAM dan pemenuhan keadilan korban tercermin jelas dalam pemberian pembebasan bersyarat tersebut, sebab Kementrian Hukum dan HAM melalui SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: W11.PK.01.05.06-0028 Tahun 2014 tanggal 13 November 2014 hanya melihat dari aspek yuridis pemberian hak narapidana semata yaitu berupa hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat tanpa melihat sejauh mana penuntasan kasus pembunuhan Munir yang hingga kini penyelesaiannya belum sampai pada menyeret otak pelaku pembunuhan ke meja hijau.
“Padahal dalam laporan TPF disebutkan bahwa kejahatan ini sistematis,” sebut KontraS.
Pembunuhan Munir oleh Pollycarpus yang melibatkan fasilitas negara tersebut tidak hanya mengakibatkan tewasnya Munir tetapi juga menciptakan rasa ketakutan di masyarakat yang bertentangan dengan konstitusi
Desakkan KontraS
Berdasarkan hal tersebut diatas, KontraS mendesak; Pertama, Presiden Jokowi untuk bertanggung jawab membatalkan pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus serta memerintahkan Kemenkumham untuk tidak memberikan hak remisi dan/atau pembebasan bersyarat terhadap tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Pollycarpus. Kedua, menuntaskan kasus pembunuhan munir berdasarkan rekomendasi dari Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir serta meminta komisi-komisi negara Ombudsman RI, Komisi Yudisial, Kompolnas serta Komisi Kejaksaan untuk melakukan evaluasi proses hukum kasus Munir. Ketiga,mengumumkan kepada masyarakat hasil dari temuan Tim Pencari fakta Kasus meninggalnya Munir.
Jokowi bohong
Terkait, sejumlah media mewartakan pernyataan janda mendiang Munir, Suciwati yang mengatakan bebasnya Pollycarpus Budihari Prijanto adalah bukti Jokowi pembual soal penegakan HAM selama kampanye lalu.
“Jokowi bohong! Kalau mau serius berbicara HAM, tidak usah ngomong terlalu tinggi. Kasus Munir kalau memang serius, pembebasan bersyarat semestinya tidak ada,” ucap Suciwati, dikutip dari fastnews, Sabtu (29/11/2014).
Kata dia, pemerintah harus juga mencokok pelaku lain. “Kalau memang serius, itu Hendropriyono yang bertanggungjawab kasus pembunuhan Munir, kenapa tidak diproses? Negara ini mereduksi kebohongan terus. Negara meninabobokan masyarakat dengan kebohongan,” tegasnya.
Hingga saat ini, Suciwati meyakini ada dalang dalam kasus tersebut. Sementara itu, pengusutan jalan di tempat dan baru bisa mengganjar pelaku lapangan. “Dalangnya juga harus segera dicari,” ujarnya.
Pemerintah memberikan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus. Mantan pilot PT Garuda Indonesia Tbk tersebut divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung setelah Peninjauan Kembali (PK) yang kedua diajukan.
“Pembebasan bersyarat Polly sudah turun, yang bersangkutan masih di Lapas Sukamiskin. Sekarang sedang proses laporan dari pihak terkait,” ujar Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Marselina Budiningsih.
Pollycarpus sudah menjalani masa penahanan selama 8 tahun 11 bulan sejak vonis dibacakan pada 20 Desember 2005. Selama lima tahun belakangan, pembunuh Munir tersebut telah mendapatkan remisi tiap tahunnya. (azm/dbs/arrahmah.com)