KAIRO (Arrahmah.com) – Profesor Mahir Shami, wakil ketua dan juru bicara Mahkamah Konstitusi Mesir mengumumkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi pada hari Kamis (14/6/2012) tentang undang-undang parlemen berlaku atas seluruh anggota parlemen.
Sami menegaskan bahwa keanggotaan seluruh anggota parlemen Mesir batal karena undang-undang baru pemilihan anggota parlemen cacat hukum. Keputusan Mahkamah Konstitusi Mesir ini berarti pembatalan keanggotaan seluruh anggota parlemen. Namun keputusan itu tidak membatalkan Majelis Syura Parlemen dan undang-undang yang ditetapkan oleh parlemen sebelum keluarnya keputusan MK ini.
“Pemilihan Majelis Permusyawaratan Rakyat telah dilakukan dengan dasar pasal-pasal undang-undang yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar. Oleh karena itu pembentukan Mejelis Permusyawaratan Rakyat telah batal sejak awal pemilihannya. Keputusan ini berlaku tanpa memerlukan proses-proses lain untuk menjalankannya sesuai dengan undang-undang Mahkamah Konstitusi, maka Parlemen harus segera dibubarkan,” demikian keputusan MK dalam sidang yang dijaga ekstra ketat oleh aparat keamanan dari militer dan polisi.
Parlemen Mesir berjumlah total 508 anggota, terdiri atas 498 anggota terpilih dalam pemilihan dan 10 anggota lainnya diangkat oleh Kepala Negara, yang dalam hal ini Ketua Majelis Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang berkuasa, Marsekal Hussein Tantawi.
Dalam pemilihan legislatif pada akhir tahun lalu, tercatat Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, meraih suara terbanyak, disusul Partai An-Nur dari kelompok Salafi.
Keputusan MK yang dikeluarkan hanya dua hari menjelang pemilihan presiden tahap kedua ini, Sabtu dan Ahad (16-17/6), diakui oleh para pengamat politik sebuah konspirasi pihak militer dan negara-negara Barat untuk mengembalikan era rezim militer dan mencegah penerapan syariat Islam, sebab parlemen didominasi mayoritas anggota partai Islam dan capres kelompok Islam jauh menggungguli capres pihak militer-sekuler.
Ahmad Shafiq, mantan perdana mentri era Husni Laa Mubarak dan jendral purnawirawan militer didukung oleh Israel dan Barat. Namun perolehan suaranya jauh tertinggal dari perolehan suara capres kelompok Islam, Muhammad Mursi, baik di dalam maupun luar negeri.
Peristiwa ini sekali lagi membuktikan kelompok Islam terjatuh dalam lubang yang sama berulang kali. Mereka masih saja memperjuangkan Islam lewat jalur demokrasi dan parlemen, padahal setiap kali mereka menang mutlak, selalu saja pihak militer sekuler dengan dukungan Barat menganulir pemilu, membubarkan parlemen, dan melakukan undang-undang darurat yang mengesahkan kekuasaan pihak militer sekuler. Kapan partai-partai Islam mau mengambil pelajaran?
(muhib almajdi/arrahmah.com)