AL-QUDS (Arrahmah.com) – Seorang anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina mengatakan baru-baru ini bahwa al-Quds (Yerusalem) akan hilang secara permanen jika “Israel” terus melakukan proyek pemukimannya, sementara dukungan Arab-Muslim untuk Yerussalem masih lemah. “Warga Yerussalem harus dihargai,” desak Ahmed Qurei, dan “mereka harus didukung sehingga mereka dapat tetap teguh di rumah mereka dan tanah mereka”.
“Israel” telah lama terlibat dalam proyek “pembersihan etnis” di Kota Suci tersebut dan memperluas permukiman setiap hari. Otoritas “Israel” telah menghabiskan banyak anggaran untuk Yahudisasi Yerusalem untuk mencegah kota itu dibagi akibat pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.” Qurei menambahkan dalam sebuah pernyataan kepada surat kabar Al-Ghad, Menteri Luar Negeri AS John Kerry belum memberikan solusi yang bisa diterima oleh Palestina.
Qurei memperingatkan bahwa Yerusalem sedang mengalami begitu banyak perubahan drastis yang segera “tidak ada lagi Arab di kota itu” jika situasi saat ini tetap seperti itu. Bahkan, Al-Ghad menerbitkan data dan peta yang disiapkan oleh Departemen Urusan Yerusalem yang mengungkapkan perubahan yang serius dari wajah kota yang berada dalam pendudukan “Israel” tersebut. Mereka mengungkapkan perluasan 15 pemukiman, pembangunan perumahan sekitar 200 pemukim di kota-kota dan desa-desa Arab yang merupakan bagian dari Yerusalem dan sekitarnya. Pemukiman ini dibangun di hampir sepertiga dari tanah tradisional Yerusalem, yang telah dicaplok Israel sejak tahun 1967. Dua lingkungan dan delapan pos telah dibagi-bagi untuk pembangunan 2.000 pemukim “Israel”.
Di Kota Tua Yerusalem, dengan luas kurang dari satu kilometer persegi, 4.000 pemukim Yahudi hidup dalam empat blok pemukiman dan 56 unit pemukiman sebagai upaya untuk mendesak keluar 33.000 warga Palestina. Peta-peta tersebut mengungkapkan rencana ‘Israel” untuk memperluas tembok apartheid di sekeliling Yerusalem dengan panjang sekitar 142 kilometer dengan 12 pos pemeriksaan yang berbeda. Ini dilakukan sebagai upaya terang-terangan untuk mempersulit kehidupan warga Yerusalem, dan mengacaukan struktur perkotaan Palestina. Sementara 90.000 warga Palestina telah diusir keluar dinding, tidak diizinkan lagi tinggal di situ.
“Peta ini menunjukkan bahwa penjajah “Israel” sedang memperluas wilayahnya dengan melakukan penggalian di hampir 47 lokasi di bawah dan di sekitar Masjid Al-Aqsa.” Kata Qurei.
“Otoritas penjajah “Israel” juga telah menghancurkan 1.120 fasilitas umum, menutup hampir 88 lembaga nasional Palestina dan menyita 14.621 kartu identitas warga Palestina sejak tahun 1967, “kata veteran PLO ini. Selain itu, kebijakan “Israel” terhadap warga Palestina di Yerusalem telah menghasilkan tingkat kemiskinan yang tinggi. Delapan puluh persen dari anak-anak Palestina yang tinggal di Yerussalem hidup di bawah garis kemiskinan, 40 persen dari mereka harus meninggalkan sekolah”
“Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk mencapai solusi yang adil yang akan memungkinkan warga Palestina untuk mencapai hak-hak nasional mereka, penjajah “Israel” terus bersikeras menolak hak-hak ini, terutama yang berkaitan dengan Yerusalem dan hak warga Palestina untuk kembali ke tanah mereka,” katanya. “Sikap “Israel” adalah bertentangan dengan resolusi internasional tentang legitimasi dan Inisiatif Perdamaian Arab, yang diumumkan pada KTT Beirut tahun 2002. “Israel” ingin melanjutkan penjajahannya di Palestina dengan dalih palsu keamanan nasional dan menolak konsep dua negara yang independen dan otonom.”
Qurei bersikeras bahwa tekanan yang diberikan pada kepemimpinan Palestina tidak dapat diterima dalam keadaan apapun. “Kami tidak akan menerima apapun selain dari pengakuan hak-hak nasional Palestina, berakhirnya pendudukan “Israel” di Palestina, pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, dan solusi bagi para pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi PBB 194.” Tegas Qurei.
“Kita tidak akan terus menawar dan kami tidak akan membuat kompromi terhadap apa yang telah kita sepakati,” Qurei menegaskan. Qurei mengecam perjanjian yang diusulkan Kerry sebagai “buang-buang waktu yang tidak mencapai apa-apa.”
Bagi Qurei, pemukiman ilegal “Israel” tetap menjadi batu sandungan terbesar bagi perdamaian. “Penjajah “Israel” telah membanjiri Yerusalem dengan permukiman. Lima belas pos-pos pemukiman baru telah dibangun. Jika penjajah “Israel” diijinkan untuk melanjutkan bangunan ini, Yerusalem akan kehilangan identitas Arab dan Muslim secara keseluruhan. Peningkatan ekspansi pemukiman “Israel” dan proyek Yahudinya menunjukkan bahwa penjajah “Israel” tidak bersedia untuk membagi Yerusalem,” katanya. “Pada akhirnya, ini membuat tidak mungkin untuk menerapkan solusi dua negara dan membuat semua pembicaraan tentang pembentukan negara Palestina tidak berguna.” Dia menunjukkan bahwa Palestina telah sepakat untuk sejumlah perubahan perbatasan tetapi menolak untuk menerima perluasan pemukiman karena itu benar-benar akan menghancurkan prospek untuk mencapai solusi dua negara. “Yerusalem adalah mahkota dunia Arab-Islam, tanpa itu, tidak ada solusi yang akan tercapai.”
Kata Qurei, “Israel” sedang mencoba untuk menutup Yerusalem dari daerah-daerah sekitarnya untuk mencegah perluasan dan pembangunan Palestina.
“Proyek yahudisasi merupakan sentra strategi Zionis untuk Yerusalem dengan berusaha untuk menghapus semua identitas Arab dan Islam di Yerusalem dan memperlihatkan citra Yahudi sebagai bagian terpadu dari Kota Suci tersebut,” kata laporan PLO. Hal ini juga menekankan bahwa tujuan akhir “Israel” adalah untuk mengubah struktur demografi dan sosial Yerusalem Palestina dengan menghapus citra kota Arab dan menggantinya dengan alternatif Yahudi yang dicapai dengan melakukan pencurian tanah sah warga Yerussalem. Qurei memperingatkan bahwa “Israel” akan menghancurkan banyak monumen dan bangunan bersejarah dengan dalih menipu bahwa “Israel” melakukan penggalian arkeologi, padahal kenyataanya itu adalah bagian dari skema yang lebih besar untuk kampanye politik Zionis.
Otoritas penjajah “Israel” bermaksud meningkatkan jumlah pemukim ilegal. Yahudi diharapkan menjadi mayoritas di Yerusalem pada tahun 2020.
(Ameera/Arrahmah.com)