BAKU (Arrahmah.com) – Azerbaijan menyeret Armenia pengadilan tinggi PBB atas tuduhan meletakkan ranjau darat di Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari kampanye “pembersihan etnis”.
Wakil menteri luar negeri Azerbaijan Elnur Mammadov meminta agar Mahkamah Internasional memerintahkan Armenia untuk menghentikan peletakan ranjau darat, memberikan peta ladang ranjau kepada Azerbaijan, dan mengambil tindakan untuk menghentikan hasutan kebencian rasial.
“Kampanye pembersihan etnis dan hasutan untuk melakukan kekerasan terhadap warga Azerbaijan di Armenia sedang berlangsung,” papar Mammadov kepada pengadilan yang berbasis di Den Haag, Senin (18/10/2021).
“Langkah-langkah sementara sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut yang tidak dapat diperbaiki.”
Kedua bekas republik Soviet itu bertempur selama enam minggu musim gugur lalu atas wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri dalam konflik yang merenggut lebih dari 6.500 nyawa.
Pertempuran berakhir ketika Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menandatangani perjanjian gencatan senjata yang memberi Azerbaijan kendali atas bagian-bagian Nagorno-Karabakh, serta wilayah-wilayah yang berdekatan yang diduduki oleh orang-orang Armenia.
Mammadov mengatakan bahwa setelah “pembebasan” bagian-bagian wilayah itu tahun lalu, warga sipil Azerbaijan yang kembali ke rumah mereka menemukan bahwa daerah itu telah “dilapisi” dengan ranjau darat oleh Armenia.
“Armenia sampai hari ini masih menolak untuk membagikan peta ranjau yang lengkap dan akurat yang diperlukan untuk kemajuan operasi pembersihan, dan bahkan terus menanam ranjau baru di wilayah Azerbaijan,” katanya.
“Ini hanyalah kelanjutan dari kampanye pembersihan etnis Armenia selama beberapa dekade dan upaya untuk menjaga wilayah ini dibersihkan dari Azerbaijan.”
Menurut angka yang dikutip oleh wakil menteri luar negeri, setidaknya 106 warga Azerbaijan termasuk 65 warga sipil telah tewas atau terluka oleh ranjau sejak akhir konflik tahun lalu.
Perwakilan Armenia Yeghishe Kirakosyan mendesak pengadilan untuk menolak permintaan tersebut, menyebut kasus Azerbaijan adalah “sebuah taktik yang direkayasa untuk … memberi kesan bahwa Azerbaijan adalah korban sebenarnya”.
Kirakosyan membantah tuduhan itu dan mengatakan kepada hakim bahwa “dalam konteks menyelesaikan semua masalah kemanusiaan yang luar biasa”, pihaknya siap untuk memberikan peta lagi yang mereka miliki”.
Pengaduan itu menyusul satu yang diajukan oleh Armenia pekan lalu, di mana Azerbaijan dituduh menghasut kebencian etnis dan diminta untuk membebaskan tahanan dari perang.
Kedua kasus tersebut kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun untuk mencapai kesimpulan di pengadilan yang berbasis di Den Haag.
Sidang dalam beberapa hari terakhir telah difokuskan pada permintaan kedua negara untuk tindakan sementara, yang dapat diterapkan oleh pengadilan demi mencegah tindakan yang dapat mempengaruhi kasus tersebut.
Hakim kemungkinan akan mengeluarkan keputusan mereka atas permintaan tersebut dalam beberapa pekan mendatang. (Althaf/arrahmah.com)