TRIPOLI (Arrahmah.com) – Kepala oposisi Libya mengatakan Gaddafi “tidak akan dikejar” jika ia berhenti dalam waktu 72 jam dan berhenti membom rakyatnya.
Pemberontak tidak akan mengejar pimpinan Libya, Muammar Gaddafi atas kejahatannya, mereka mengatakan ia telah berkomitmen jika ia mundur dari jabatannya dalam 72 jam berikutnya, ujar kepala Dewan Nasional Libya seperti yang dilansir Al Jazeera.
“Jika ia meninggalkan Libya segera, selama 72 jam, dan berhenti melakukan pemboman, kami sebagai penduduk Libya akan mundur dari mengejarnya untuk kejahatan yang ia lakukan,” ujar Abdel Jalil Mustapha, kepala Dewan Nasional Libya pada Selasa (8/3/2011).
Dia mengatakan tenggat waktu tidak akan diperpanjang.
“Berdasarkan kecintaan kami untuk negara, kami telah mengusulkan kepada Gaddafi negosiator tidak langsung bahwa solusi dapat diraih,” lanjutnya.
“Kondisi ini yang pertama menghentikan seluruh pertempuran di lapangan, kedua bahwa kepergiannya dalam waktu 72 jam. ketiga kami bisa melepaskan hak kami untuk penuntutan dalam negeri….untuk kejahatan penindasan, kelaparan, penganiayaan dan pembantaian. Kami akan menunggu dan melihat apa tanggapan rezim.”
Televisi negara Libya pada Selasa (8/3) membantah laporan bahwa pemimpin Libya mencoba mencapai kesepakatan dengan kekuaran oposisi. Seorang pejabat dari Kementrian Luar Negeri Libya menggambarkannya sebagai “omong kosong”.
Namun, juru bicara oposisi di Benghazi mengonfirmasikan bahwa perwakilan telah berusaha bernegosiasi agar Gaddafi mundur.
Gaddafi dilaporkan telah mengirimkan wakilnya ke Benghazi pada Minggu malam untuk membahas rencana bersyarat untuk mundur. Tawaran itu diberikan pada kondisi bahwa Gaddafi dapat menjaga asetnya dan menghindari penuntutan.
Pemimpin Libya ini dikatakan bersedia untuk turun dan sebagai imbalan kejahatan perang terhadapnya harus dijatuhkan dan menjamin dia dan keluarganya keluar dengan aman. Dia juga dilaporkan menginginkan jaminan dari PBB bahwa ia akan diizinkan untuk menyimpan uangnya.
Pada Senin malam, seorang anggota terkemuka pemerintah mengajukan banding ke pemimpin oposisi untuk berdialog, tanda lain bahwa Gaddafi mungkin siap untuk berkompromi dengan lawannya yang menentang kekuasaannya.
Jadallah Azous Al Talhi, Perdana Menteri Libya pada tahun 80-an, muncul di televisi pemerintah pada Senin, dialamatkan untuk para tetua di Benghazi, meminta mereka untuk “memberikan kesempatan untuk berdialog, menyelesaikan krisis ini, untuk membantu menghentikan pertumpahan darah dan tidak memberikan kesempatan bagi pihak asing untuk datang dan mengambil negara kita lagi.” (haninmazaya/arrahmah.com)