JAKARTA (Arrahmah.com) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam pemberian remisi kepada Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Pemberian remisi kepada Nazaruddin dinilai bertentangan dengan Pasal 34 A PP 99/2012.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menjelaskan, syarat terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi diantaranya adalah bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau Justice Collaborator (JC).
Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC.
“Sehingga, pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan,” tegas Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/6/2020).
Sebab, lanjutnya, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya ia baru bisa menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara. Sehingga, dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera.
Kurnia menilai keputusan Kemenkumham untuk memberikan remisi pada Nazaruddin seakan telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.
Terlebih lagi, lanjutnya, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp54,7 miliar.
Tidak hanya itu, Nazaruddin juga dikenakan Pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp 500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi.
Selain itu, pada akhir tahun 2019 yang lalu Ombudsman sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya.
Tentu jika temuan ini benar, lanjutnya, maka semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012.
“Ditambah lagi poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi,” tandasnya.
Oleh karenanya, ICW mendesak Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin.
ICW juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan.
(ameera/arrahmah.com)