Oleh: Umma Zafran
(Pegiat Literasi)
Kondisi sistem peradilan di negeri ini sedang diterpa isu yang kurang menyenangkan. Pasalnya belum lama ini terungkap adanya kasus suap kepada tiga hakim yang membantu persidangan seorang terdakwa kasus pembunuhan. Ronald Tannur yang ternyata adalah seorang anak anggota eks DPR RI F-PKB, sempat divonis 12 tahun penjara karena dugaan membunuh pacarnya, Dini Sera A. dengan sadis. Namun tiba-tiba, hakim memutuskan bebas Ronald Tannur karena dinyatakan tidak terbukti membunuh atau menganiaya Dini hingga tewas.
Kejaksaan Agung pada akhirnya menangkap ketiga orang hakim yang membantu persidangan Ronald Tannur ini. Dari penangkapan ini berlanjut terbongkar dugaan makelar kasus yang melibatkan salah satu mantan pejabat Mahkamah Agung. Buntutnya, banyak pihak mendesak pemerintah untuk membongkar kasus-kasus mafia peradilan yang ada di negara ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa profesi hakim berisiko terjerat kasus suap. KPK juga mencatat hakim menjadi aparat penegak hukum yang paling banyak terjerat kejahatan korupsi jika dibandingkan dengan polisi dan jaksa. Sebuah laporan KPK menyatakan bahwa 25 orang hakim dan 11 orang jaksa terjerat kasus korupsi pada Oktober 2022. Pada tahun 2001-2002 ditemukan kasus mafia peradilan dari semua aspek pelaku peradilan. Hal ini terungkap dari penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Seluruh pelaku di dunia peradilan mulai dari hakim sampai tukang parkir di pengadilan juga bisa terlibat. Sebuah data juga menyatakan bahwa dalam catatan ICW di tahun 2012-2017 setidaknya ada 25 orang hakim dan aparat pengadilan (nonhakim) yang terjerat kasus korupsi. (beritasatu.com, 9/10/2017)
Kondisi ini seolah menjelaskan bahwa mafia peradilan memang masih tumbuh subur di negeri kita. Sebuah temuan berupa uang yang hampir mencapai Rp1 Triliun dan emas 51 kg di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung diduga kuat juga merupakan praktik mafia peradilan. Disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, tersangka sudah mengakui temuan tersebut adalah hasil pengurusan berbagai perkara saat dirinya menjabat di tahun 2012-2022.
Hasil temuan ini seperti menyiratkan bahwa selentingan di masyarakat saat ini benar adanya. Bahwa tidak mudah bagi rakyat biasa untuk mencari keadilan di negeri ini. Masyarakat kecil baru bisa mendapatkan perlindungan hukum yang layak jika kasusnya viral di media sosial dan mendapat dukungan dari masyarakat banyak. Seperti yang banyak disampaikan masyarakat, bahwa kondisi hukum di negeri kita saat ini tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Apabila diperdalam penyebab kasus-kasus mafia peradilan yang terjadi saat ini tidak lain adalah karena masih berdirinya negara ini di atas sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem yang dibangun di atas kepentingan dan hawa nafsu manusia.
Lantas bagaimana jika sistem Islam yang menyelesaikan kasus mafia peradilan ini?
Pertama, iman dan takwa adalah landasan utama dari para penegak hukum. Hal ini sebagai bentuk integritas atas kinerja mereka menjadi aparat penegak hukum. Integritas itulah yang menentukan surga atau neraka tempat mereka kelak ketika diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Seperti sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Hakim itu ada tiga macam: dua di neraka dan satu masuk surga. Seorang hakim yang mengetahui kebenaran, lalu menetapkan keputusan dengan benar, ia di surga. Seorang hakim yang mengadili manusia dengan kebodohannya, ia di neraka. Seorang hakim yang menyimpang dalam memutuskan hukuman, ia pun di neraka.”
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa landasan seorang Aparat Penegak Hukum (APH) dalam Islam adalah iman dan takwa. Dengan begitu akan muncul sebuah keadilan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bahwasanya apa yang menjadi tujuan mereka adalah memperoleh surga dan neraka, bukan hanya sebatas gaji maupun fasilitas semata.
Kuatnya iman dan takwa seorang APH tentu akan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang merusak nilai landasan apa yang ia kerjakan. Ia pun tidak akan bisa ditundukkan oleh iming-iming duniawi seperti kekuasaan maupun ancaman dari berbagai pihak.
Kedua, seorang hakim dalam sistem peradilan Islam hanya menggunakan sumber hukum Islam sebagai landasan dalam menyelesaikan kasusnya. Kekuatan hukum Islam itu pasti, jelas, dan mudah dipahami oleh setiap muslim. Seperti dalam firman Allah Swt.,
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: “Siapa saja yang tidak memutuskan hukum menurut wahyu yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah kaum kafir.” (QS. Al-Maidah (5): 44)
Ketiga, para hakim, pejabat, dan pegawai negeri dalam sistem Islam akan diberikan gaji yang layak, rumah, kendaraan, bahkan pembantu jika dirasa perlu. Sehingga diharapkan bahwa peluang untuk gratifikasi maupun tindak korupsi dapat diminimalisasi.
Keempat, vonis hakim dalam sebuah pengadilan dengan sistem Islam mengikat semua pihak yang ada di dalamnya. Sehingga peluang terjadinya suap menyuap atau mafia peradilan seperti yang terjadi saat ini bisa berkurang . Itu karena proses naik banding dan semacamnya tidak terjadi di pengadilan Islam.
Kelima, khalifah akan memberikan sanksi keras bagi Aparat Penegak Hukum (APH) yang mendapat suap untuk mencurangi hasil keputusan pengadilan. Para pelakunya mendapat ancaman laknat dari Allah Swt. Nauzubillah minzalik.
Sebagai contoh saat Khalifah Umar bin Khattab ra dengan tegas melakukan audit terhadap harta pejabat yang bertugas saat itu. Sayyidina Umar pun menyita harta-harta yang diperoleh para pejabatnya yang dinilai berlebihan dari semestinya. (Lihat: Ibnu al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/47; Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 7/114).
Dari penjelasan di atas tentu kita sebagai kaum muslim rindu akan pengadilan yang adil, jujur, dan bersih.
Jika demikian, maka hal tersebut hanya bisa tercipta dengan tegaknya sistem pengadilan Islam yang tentu akan menerapkan hukum-hukum Allah Swt. sebagai landasannya. Dan hal ini hanya bisa terlaksana jika syariat Islam ditegakkan secara kaffah dalam bingkai institusi pemerintahan Islam yang diwariskan Nabi Muhammad Saw. yakni Daulah Khilafah Rasyidah.
Wallahualam bis shawab