CIAMIS (Arrahmah.com) – Rakyat miskin yang menunggak hutang di RSUD Ciamis semakin bertambah banyak. Semakin tingginya hutang pasien tersebut berkenaan dengan adanya Peraturan Bupati Ciamis nomor 22 Tahun 2011 yang membatasi subsidi kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) pemagang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) maksimal Rp 1 juta.
“Sejak diberlakukannya aturan tersebut jumlah piutang rumah sakit atau hutang pasien terus membengkak. Sesuai dengan aturan tersebut, biaya yang disubsidi pemerintah hanya Rp 1 juta, sedangkan sisanya merupakan tanggungan pasien,” tutur Sekretaris RSUD Ciamis Tete Tejaningsih, Kamis (30/6/2011).
Didampingi beberapa staf, dia mengungkapkan jumlah tagihan pasien umum yang sebelumnya adalah pasien keluarga tidak mampu atau miskin, tahun 2011 sampai dengan bulan Mei tercatat Rp 63,282 juta. Jumlah tersebut meningkat cukup tajam dari posisi bulan April yang hanya Rp 45.303 juta.
Tunggakan tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan hutang pasien umum selama setahun pada tahun 2009, mencapai Rp 67,311 juta, lebih tinggi dari sebelumnya tahun 2008 sebesar Rp 56,165 juta.
Tejaningsih menjelaskan adanya perubahan status pasien dari yang sebelumnya pemegang SKTM atau Jamkesda menjadi pasien umum. Hal itu terjadi karena biaya pengobatannya melampaui batas maksimal subsidi yang disediakan pemerintah daerah sebesar Rp 1 juta. Misalnya seorang pasien menghabiskan biaya pengobatan sebanyak Rp 5 juta, yang ditanggung pemerintah hanya Rp 1 juta. Maka sisanya ditanggung oleh pasien yang sudah berstatus pasien umum.
Untuk memperkecil piutang, tambahnya, pihak RSUD Ciamis melayangkan surat tagihan melalui pos. Pengiriman tagihan melalui pos disebabkan karena biaya operasionalnya lebih murah apabila dibandingkan didatangi petugas langsung ke rumah pasien. Berdasarkan keterangan petugas yang sebelumnya sempat melakukan penagihan, pasien yang belum melunasi hutang, alasan utamanya adalah faktor ekonomi.
“Yang berutang masyarakat kurang mampu atau miskin, jadi kadang juga tidak tega menagih langsung, oleh karenanya penagihan melalui surat. Ada yang sebelumnya menjanjikan melunasi beberapa hari hingga lebih dari sebulan, akan tetapi ketika ditanya, minta kembali ditunda,” ungkapnya.
Pihak rumah sakit, tegasnya, tidak pernah menahan pasien yang belum melunasi hutang. Apabila menahan pasien sampai melunasi kewajibannya, tambah Tejaningsih, beban rumah sakit akan semakin bertambah berat. “Justru bebannya akan semakin berat, selain harus menyediakan kamar, makanan termasuk harus dikunjungi dokter untuk diperiksa. Langkah yang paling cocok adalah pasien tetap pulang dengan membuat pernyataan kesanggupan melunasi sisa pembayaran,” katanya.
Terpisah tokoh masyarakat Cimis Jeje Wiradinata mengaku prihatin dengan keadaan tersebut. Untuk itu dia berharap agar DPRD segera ,mendorong Buapti Ciamis mencabut perbup tersebut. Sebelumnya, biaya pengobatan pasien pemegang SKTM atau Jamkesda dibebaskan dari membayar biaya pengobatan.
“Kami mendorong agar jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin setidaknya dikembalikan seperti posisi sebelumnya. Namun demikian tentunya tetap mengacu pada kebutuhan anggaran. Perlu solusi yang tentunya lebih pro rakyat,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Ciamis, Didi Sukardi mengatakan bahwa dengan berlakukan aturan pembatasan subsidi jamkesda, telah memindahkan utang dari yang sebelumnya ditanggung pemerintah, beralih kepada pasien. Pemindahan tanggungjawab tersebut, lanjutnya, akan memberatkan masyarakat miskin.
Dia mengatakan, sesuai dengan Perbup nomor 22 tahun 2011, pasien pemegang SKTM yang berobat di RSU Ciamis adalah pasien yang mengidap penyakit kategori emergensi. Kondisi tersebut akan sangat membertatkan pasien, karena biasanya pasien dengan katagori emergensi membutuhkan baiaya besar.
“Subsidi hanya Rp 1 juta, sedangkan biaya pengobatan lebih dari itu, akibatnya masyarakat miskin yang menunggak bakal semakin banyak. Tunggakan tersebut juga menjadi beban bagi RSU,” tuturnya. (pr/arrahmah.com)