PRETORIA (Arrahmah.com) – Perintah yang dikeluarkan oleh pihak berwenang di ibu kota Pretoria mengenai pembatasan adzan di Afrika Selatan memantik kemarahan penduduk Muslim setempat.
Tindakan tersebut dilakukan hanya berselang seminggu setelah hakim di kota pesisir Durban memerintahkan institut Islam Madrasah Taleemuddeen untuk mengurangi adzan setelah ada keluhan dari tetangga yang menganggap institut tersebut telah membuat kegaduhan.
Hakim Sidwell Mngadi dari Pengadilan Tinggi Kwazulu-Natal memutuskan untuk mendukung warga yang tinggal di seberang institut Islam tersebut dengan memerintahkan kepada pihak intitut agar memastikan bahwa adzan tidak terdengar hingga ke perumahan terdekat.
Iqbal Jassat, seorang pejabat dari kelompok advakasi Media Review Network (MRN), mengatakan bahwa mereka geram karena Afrika Selatan masih terprovokasi dengan isu adzan.
“Meskipun upaya untuk membungkam adzan hanya sedikit jumlahnya, namun tetap ada seperti di Kwazulu-Natal, Pretoria dan Cape Town yang sama seklai tidak dapat diterima,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada koresponden Anadolu Agency.
Jassat juga mengatakan bahwa mereka menyesali beberapa keluhan mengenai adzan dimotivasi oleh kebencian atau alasan politik.
Dia meminta pihak berwenang untuk memperhatikan kecenderungan Islamofobia pada tiap keluhan yang diajukan.
“Kebencian, fanatisme, dan intoleransi agama tidak harus ditunjukkan dengan membungkam adzan,” ucapnya.
“Sebagai sebuah organisasi Muslim yang bertanggung jawab, kami menyadari bahwa masjid di seluruh negeri telah berupaya untuk mentaati peraturan sesuai daerah masing-masing,” imbuhnya.
Faisal Sulaiman, ketua Jaringan Muslim Afika Selatan (SAMNET), mengecam keputusan yang dikeluarkan oleh hakim di Kwazulu-Natal, Durban.
“Kami telah secara tegas mengungkapkan kekecewaan umat Islam atas penilaian buruk yang disematkan dalam berbagai wawancara di media massa, serta mengungkapkan fakta bahwa keputusan tersebut perlu diajukan banding,” katanya kepada koresponden Anadolu Agency melalui telepon.
Dia mendesak komunitas Muslim di Pretoria untuk menentang perintah yang dikeluarkan oleh otoritas daerah pada 28 Agustus lalu mengenai adzan.
“Kami pikir perintah yang ditujukan kepada masjid di Pretoria tidak akan memenuhi uji konstitusional. Kami percaya bahwa mereka perlu membuktikan bahwa adzan memunculkan kegaduhan dan menggugatnya ke di pengadilan,” ujar Sulaiman.
Sulaiman menambahkan bahwa perintah tersebut juga menyiratkan bahwa lonceng gereja, festival musik, dan pertandingan sepak bola juga harus dibatasi agar itdak menimbulkan kebisingan. (rafa/arrahmah.com)