DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pembantaian beberapa waktu lalu di kota Houla telah memicu kemarahan internasional, namun tidak akan mungkin memecahkan kebuntuan yang terjadi selama setahun di Dewan Keamanan PBB antara sekutu Suriah, Rusia, dan negara-negara Barat yang menyerukan penggulingan Presiden Bashar al-Assad.
Pembantaian ini merupakan salah satu pembantaian terburuk selama 14 bulan pemberontakan terhadap pemerintah Assad.
Setidaknya tujuh negara Barat mengusir utusan Suriah dari ibukota mereka Selasa (29/5/2012) dalam sebuah tindakan terkoordinasi terhadap Damaskus yang didorong oleh kekesalan atas pembunuhan lebih dari 100 warga sipil di Houla, termasuk banyak di antaranya anak-anak.
Tapi langkah tersebut secara umum bersifat simbolis. Di New York, di mana Amerika Serikat dan sekutu Eropanya telah mencoba dengan sia-sia sejak tahun lalu untuk membujuk Rusia dan Cina mendukung sanksi terhadap Damaskus, suara 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB masih terpecah.
“Tidak ada tanda-tanda Rusia dan Cina siap untuk mendukung langkah-langkah yang lebih tegas di PBB, meskipun mereka tau betul apa yang terjadi di Houla,” kata seorang diplomat dewan menyatakan pada Reuters, tanpa menyebut nama.
Rusia dan Cina memveto dua resolusi yang mengecam Damaskus atas pertumpahan darah, meskipun mereka baru saja bergabung dengan dalam menyetujui penyebaran pengamat militer tak bersenjata dan mendukung rencana mediator perdamaian internasional, Kofi Annan. Rencana Annan sejauh ini gagal menghentikan kekerasan.
Apa yang akan mengubah pandangan Rusia dan dinamika di dewan mendukung aksi lebih keras terhadap Damaskus dan Assad? Menurut David Bosco dari American University di Washington, kebuntuan di dewan akan berlaku selama Assad mampu menangkis upaya untuk menggulingkan pemerintahannya.
“Dinamika dewan kemungkinan besar tidak akan bergeser sampai dinamika konflik Suriah itu sendiri bergeser,” katanya. “Selama pemerintah memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memegang kekuasaan, saya kira Rusia dan Cina akan terus menentang langkah-langkah agresif untuk melemahkan kekuasaan rezim.” (althaf/arrahmah.com)