KAIRO (Arrahmah.com) – Pada Rabu (14/8/2019) sejumlah warga Mesir mengenang tahun keenam dari pembantaian Rabaa, di mana lebih dari seribu pengunjuk rasa pro-demokrasi dibunuh tanpa pandang bulu oleh militer. Sejak itu, sekitar 60.000 orang telah dipenjara, kata seorang pejabat dari Ikhwanul Muslimin.
Sebagaimana dilansir Daily Sabah, Sekretaris Jenderal Ikhwanul Muslimin Mahmoud Husein mengatakan dalam sebuah konferensi di Istanbul bahwa pembantaian itu tidak hanya menewaskan ribuan orang, tetapi juga menyebabkan 60.000 orang terkurung di penjara karena tuduhan palsu.
Husein mencatat bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa gagal untuk mengambil tindakan apa pun terhadap para pelaku pembantaian.
Pembantaian brutal terjadi setelah presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis Mohammed Morsi dikeluarkan dari jabatannya oleh kudeta yang dilakukan oleh militer yang dipimpin oleh Abdel Fattah Al-Sisi pada 3 Juli 2013.
Pemecatan itu memicu protes damai pro-demokrasi di seluruh negeri di mana ribuan demonstran mendirikan kamp di alun-alun Al-Nahda dan Rabia Al-Adawiya di Kairo.
Pada 14 Agustus, militer menyerbu kamp-kamp para demonstran dan menewaskan ratusan aktivis pro-demokrasi. Human Rights Watch memasukkan insiden tersebut sebagai insiden paling serius dari pembunuhan massal yang melanggar hukum dalam sejarah modern Mesir. (rafa/arrahmah.com)