Oleh: Sayuk Pangesti (pemerhati kebijakan publik)
Hampir 150 hari serangan Zionis Yahudi, makin kejam dan tak berperikemanusiaan, seolah membuktikan genosida yang ditargetkan. Warga Gaza sedang berjuang melawan kematian akibat kelaparan yang melebihi tingkat global, yang disebabkan kelangkaan air dan kurangnya makanan. Tercatat banyak terjadi kasus penyakit menular tanpa kemampuan medis yang diperlukan untuk mengatasinya.
Pasukan Israel menembaki kerumunan warga Palestina pada Kamis pagi (29/2/2024) saat mereka menunggu bantuan kemanusiaan di Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 112 orang dan melukai 760 warga lainnya, menurut Kementerian Kesehatan yang berbasis di Gaza.
Israel terus menerus melakukan penyerangan tanpa ada rasa bersalah, menyebabkan kematian terhadap 2,3 juta warga Palestina dalam berbagai bentuk; pengeboman tanpa pandang bulu, eksekusi, penyakit, dehidrasi, dan kelaparan,” kata Mansour saat debat mengenai veto AS terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengenai krisis Gaza pada 20 Februari. (Antara, 5/3/2024).
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell pada Kamis mengatakan “Saya merasa ngeri dengan berita tentang pembantaian lagi warga sipil di Gaza yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” katanya di X. “Kematian ini benar-benar tidak bisa diterima.”Sembari menekankan bahwa merampas bantuan pangan bagi masyarakat merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional, Borrell mengatakan bahwa “akses kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza harus diberikan.” (Republika, 3/3/2024).
Tindakan Israel yang menargetkan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, melanggar hukum internasional. Tidak hanya itu, serangan tersebut juga merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap keputusan Mahkamah Internasional pada 26 Januari 2024 dan Konvensi Genosida 1948.
Bertambah sedih dan pilu, jika melihat upaya-upaya yang dilakukan umat Islam tampak belum menyentuh akar permasalahan. Memang sudah ada kepedulian dan solidaritas dari umat, berupa pengiriman logistik, bahan makanan dan obat- obatan serta doa dan opini – opini yang membela kaum muslimin di Palestina. Tapi, semua itu sejatinya tidak akan menghentikan aksi brutal penjajah Zionis yang senantiasa dilancarkan.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengatakan pada Jumat (1/3/2024) bahwa mereka akan menggelar “pertemuan luar biasa” untuk mendiskusikan agresi Israel yang terus menerus terhadap rakyat Palestina. Pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri negara-negara OKI tersebut dijadwalkan berlangsung pada Selasa (5/3/2024) di kantor pusatnya di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pada November lalu, OKI dan Liga Arab menggelar KTT gabungan di Riyadh, yang mengadopsi sejumlah keputusan termasuk menugaskan sebuah komite untuk mengunjungi ibu kota-ibu kota di dunia dan mencari upaya untuk menghentikan perang Israel terhadap rakyat Palestina.
Berbagai upaya yang telah dilakukan tidak memberikan dampak penyelesaian, kondisi yang menimpa rakyat Palestina masih berlarut-larut. Para pemimpin Arab dan Dunia Islam mengkhianati Palestina. Mereka berdiam diri terhadap kejahatan kemanusiaan yang menimpa rakyat Palestina.
Lalu seperti apa solusi yang mampu mengatasi masalah Palestina?
Mukmin satu dengan mukmin yang lainnya diikat oleh kalimat tauhid; dari mana pun dia berasal, bagaimana pun warna kulit, dan dengan bahasa apapun dia berkomunikasi. Ikatan iman itu menuntut adanya kebersamaan rasa dalam suka dan duka.
Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah bagaikan satu jasad. Jika salah satu anggotanya menderita sakit maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hari ini kita melihat fenomena yang luar biasa sangat menyedihkan. Kaum Muslimin dihinakan, dizalimi, bahkan digadaikan nyawanya di mana-mana. Tidak saja di negeri minoritas Muslim seperti Myanmar, tetapi di negeri mayoritas Muslim sendiri pun kaum Muslimin menjadi mangsa pemerintah dan aparat setempat.
Sebagai seorang yang mengaku beriman dan menjadi bagian dari umat Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam, alangkah lemahnya jika kita hanya mencukupkan diri dengan doa semata atau sekadar melayangkan protes keras di media massa, apalagi sekadar share berita di dunia maya. Saudara-saudara kita di sana membutuhkan lebih dari itu semua. Mereka membutuhkan jaminan keamanan, desakan internasional, dan solidaritas konkret dunia Islam beserta kaum Muslimin seluruhnya berupa bantuan dana besar, bahkan tentara bersenjata.
Sejatinya perlu kekuatan besar yang seimbang, yaitu berupa pengerahan sejumlah tentara dan perlengkapannya yang memadai. Kekuatan militer ini harus dilakukan oleh penguasa. Kekuatan militer yang hanya dilakukan oleh sekelompok umat, seperti HAMAS tidak sepadan dengan zionis yang didukung oleh kekuatan berbagai negara besar seperti AS, Inggris, Perancis juga negara Barat lainnya.
Tanpa ada pengerahan kekuatan militer dari negeri muslim, aksi kekerasan yang dilakukan zionis tak akan bisa dihentikan. Secara syariat pun dalam kondisi diperangi dan diduduki wilayahnya, maka umat Islam harus melawan dengan berjihad. Karenanya umat Islam harus bersatu padu menyeru dan melakukan jihad. Sebagaimana menyeru penguasa negeri muslim untuk bersatu mengerahkan pasukannya.
Allah Subhanahu wata’ala berfiman, “Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan ….” (QS al-Anfal: 72) Namun, kaum Muslimin abai. Pemerintah negara Muslim pun seolah buta dan tuli. Sekat-sekat nasionalisme begitu kuat menjerat. Mereka sibuk dengan urusan dalam negeri sendiri. Mereka tidak memandang iman, apalagi kemanusiaan mereka.
Akibat keengganan kaum Muslimin menolong saudaranya yang tertindas itu, Allah tampakkan kehinaan pada kaum Muslimin. Rasulullah Shallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim membiarkan Muslim lainnya (tanpa mendapatkan pertolongan) saat kehormatannya dirampas dan harga dirinya dirusak, kecuali Allah akan menghinakannya saat ia membutuhkan pertolongan- Nya.” (HR Abu Dawud).
Bukan hanya kehinaan di dunia, melainkan kehinaan pula di akhirat. Sabda Rasul Shallahu alaihi wasallam, “Barang siapa yang di hadapannya ada seorang Muslim yang dihinakan akan tetapi dia tidak menolongnya padahal ia mampu menolongnya, Allah akan menghinakannya di hadapan seluruh makhluknya pada hari kiamat.” (HR Ahmad).
Padahal, apa yang tidak dimiliki oleh kaum Muslimin? Negara-negara Muslim yang terbilang kaya banyak. Kekuatan senjata kita miliki. Belum lagi sumber daya manusia Muslim yang jumlahnya luar biasa.
Pernah suatu ketika Ibnu Abbas Radhiallahuanhu sedang beriktikaf di Masjid Nabawi. Tiba-tiba datang seseorang menemuinya untuk meminta tolong akan suatu keperluan. Ia pun lekas keluar masjid menghentikan ibadah iktikafnya seraya berkata, “Aku mendengar pemilik makam ini, yaitu Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka hal itu lebih baik baginya dari beriktikaf selama 10 tahun’.” (HR Thabrani).
Jika menolong suatu keperluan orang lain yang berkaitan dengan urusan dunia diganjar dengan pahala dahsyat melebihi iktikaf 10 tahun, lalu bagaimana dengan menolong keselamatan agama, jiwa, harta, dan kehormataan saudara seakidah kita? Jadi, akibat enggannya kita menolong kaum Muslimin, Allah membiarkan kita dipermalukan dan terhinakan oleh musuh. Seharusnya kita bersikap keras terhadap mereka, mengokohkan solidaritas, mendukung Islam dan kaum Muslimin, meninggikan kalimat Allah, dan memerangi kezaliman dan orang-orangnya.
Wallahua’lam bishshawaab