BIREUEN (Arrahmah.com) – Pembangunan Masjid At-Taqwa Muhammadiyah di Kecamatan Juli, Bireuen mendapat ganjalan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat.
Perjuangan segenap warga Muhammadiyah untuk bisa beribadah dengan nyaman dan tenang di sebuah masjid di wilayah itu masih terus dihambat. Meskipun telah menuntaskan dan memenuhi semua persyaratan administratif, panitia pembangunan masjid masih belum bisa melanjutkan proses pembangunan.
Setelah sebelumnya terkendala dalam urusan surat rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bireuen, saat ini ganjalan datang dari institusi lainnya, FKUB setempat.
“Pembangunan masjid Taqwa Muhammadiyah dihambat lagi. Alasannya tetap sama seperti Kemenag. Ada penolakan dan ancaman dari kelompok yang tidak senang Muhammadiyah,” ungkap Riski Dasilva selaku sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Juli, lansir suaramuhammadiyah.id, Selasa (23/8/2016).
Padahal, panitia pembangunan masjid Muhammadiyah kini telah mengantongi surat rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri), serta berbagai persyaratan administratif lainnya yang memang telah dipersiapkan sejak 2015 lalu. Termasuk dalam hal pendanaan, panitia telah mengantongi dana awal sebesar Rp 800 juta.
Dirilis Tabloid Modus beberapa waktu lalu, Ketua FKUB Bireuen mengatakan bahwa yang menjadi alasan tidak dikeluarkannya rekomendasi pembangunan masjid Muhammadiyah di Juli adalah untuk menghindari terjadinya konflik antara Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Alasan FKUB, kata Khairil Miswar mahasiswa Pascasarjana UIN Ar Raniry, Banda Aceh, meskipun terdengar bijak, tapi ini adalah sebuah pernyataan yang sulit dinalar dengan akal sehat.
“Tegasnya, pernyataan serupa ini tidak pantas diucapkan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama. Lain halnya jika diucapkan oleh Forum Konflik Umat Beragama,” tulisnya pada kolom Wafatnya Toleransi di Bireuen di wartaaceh.com.
Menurut Khairil yang juga Disadari atau tidak, komentar yang dilontarkan oleh Ketua FKUB Bireuen telah mencoreng keharmonisan yang selama ini sudah tertata dengan baik di Kabupaten Bireuen.
“Apa hubungannya pembangunan mesjid dengan konflik NU dan Muhammadiyah? Jika pembangunan mesjid dianggap sebagai pemicu konflik, lantas apa bedanya FKUB dengan preman-preman dari dunia barat yang mendefinisikan Islam sebagai biang terorisme. Jika pun potensi konflik itu benar adanya, bukankah ini menjadi tugas FKUB untuk mendamaikan para pihak yang terlibat konflik. Bukan justru menceburkan kaki kepada salah satu pihak. Seharusnya FKUB mampu menjadi perukun – sesuai dengan namanya Forum Kerukunan Umat Beragama. Bukan justru menjadi pemicu konflik itu sendiri dengan mengeluarkan pernyataan yang bernada provokatif,” beber mantan santri Dayah Darussa’dah ini.
(azm/arrahmah.com)