ARAKAN (Arrahmah.com) – Sekelompok Mogh (sebutan bagi etnis Buddha Rakhine) dan personil polisi Burma kembali melakukan aksi pembakaran rumah-rumah warga Muslim Rohingya.
Berdasarkan seorang warga di kota Kyauktaw, mereka membakar lebih dari 100 rumah Muslim Rohingya di kota tersebut pada hari Ahad (5/8/2012), dilansir Kaladan Press.
“Para Mogh dan personil polisi datang ke desa kami (desa Gufedaung) sekitar pukul 13:30 dan para Mogh itu membakar rumah-rumah. Kami memanggil otoritas (pihak keamanan-red) dan memberitahu otoritas, tetapi otoritas tidak datang tepat waktu ke tempat kejadian,” katanya.
Demikian pula di desa Ambawri, sekitar pukul 15:00 sore, para Mogh dan polisi datang dan membakar sekitar 50 rumah, menurut kesaksian warga desa yang melaporkan melalui telepon.
Selain itu, menurutnya, banyak yang melarikan diri. “Sebagian besar warga desa melarikan diri dari desa mereka karena takut penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan. Kebanyakan warga desa berdiam di dekat sungai dan menunggu bala bantuan,” katanya.
Tak hanya itu, para Mogh dan personil polisi juga berusaha membakar desa Rohingya lainnya, Saybirgong, sekitar pukul 16:00 waktu lokal, tetapi kemudian para tentara (tentara yang masih berlaku objektif) datang tepat waktu untuk mengamankan desa.
“Desa kami kehilangan beberapa rumah, tetapi setelah kedatangan personil tentara, mereka mengamankan desa, menyelamatkan kehidupan warga desa dan harta benda mereka (ba’da Allah Ta’ala),” kata seorang warga desa.
Sementara itu, pada hari Senin (6/8), sumber-sumber dari kota Kyauktaw melaporkan bahwa etnis Buddhis Rakhine bersama polisi berusaha untuk membakar lebih dari 320 rumah Muslim Rohingya di 5 desa dan telah membunuh lebih dari 20 Muslim.
Menurut saksi mata, warga Rakhine dipersenjatai anak panah beracun dan pisau tajam untuk menyerang Muslim Rohingya.
Seorang warga Rohingya mengatakan bahwa orang-orang Rakhine itu melakukan kembali serangan di desa-desa Rohingya di Kyauktaw, Ponnagyun dan Rathidaung sejak hari Ahad, karena di sana Muslim Rohingya adalah minoritas dan tidak ada LSM atau staf PBB di daerah tersebut, sehingga tidak ada pengawasan.
Di sisi lain, seorang tetua dari kota Kyauktaw yang tinggal di Bangkok mengatakan bahwa “di kota Kyauktaw, ada 14 desa Rohingya dan sebagian warganya berprofesi sebagai petani, nelayan dan buruh harian. Mereka adalah kaum minoritas di kota itu.” (siraaj/arrahmah.com)