JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekira dua bulan lalu, seorang mahasiswa aktivis Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN Syarif Hidayatullah menyebarkan buletin Jumat Al Islam di Masjid Al Jamiah (Masjid dalam Kampus UIN), dilarang oleh pihak rektorat dengan alasan yang tak jelas, bahwa UIN tidak ingin ada organisasi luar menyebarkan opini dalam kampus. Padahal jelas-jelas buletin Al Islam merupakan buletin yang menyebarkan ide-ide tentang Islam dan sama sekali tidak bertentangan dengan kampus UIN sebagai Universitas Islam, apalagi penyebaran buletin itu gratis tanpa mengambil dana dari UIN sepeserpun, namun dilarang untuk disebarkan.
Namun saat acara milad Fakultas Ushuludin ke -51, Ahad (25/11/2013), diadakan beberapa agenda acara, salah satunya pameran agama-agama dan dialog antar agama. Pameran tersebut mengundang berbagai agama diantaranya Kristen, Hindu, Konghucu, dan Islam.
“Pada salah satu stand tersebut, tepatnya di stand agama Kristen. Mereka tanpa sungkan membagi – bagi kan paket berupa Al Kitab (Injil), Komik Kristen, Mazmur, dan buku Kristen kepada para mahasiswa yang mengunjungi stand tersebut dengan terlebih dahulu didakwahi agama Kriste. Tak pelak lagi, hal itu merupakan misi ‘Kristeisasi’ terselubung di balik isu pluralisme dan dialog antar agama. Namun, anehnya pihak kampus, selaku kampus Islam memfasilitasi hal tersebut,” rilis Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN Syarif Hidayatullah, diterima redaksi arrahmah.com, Jumat (29/11/2013) malam.
Quo vadis UIN? Mau ke mana UIN, bila realitasnya seperti itu. Pada rilis berjudul “Anomali kampus Islam : Injil dibiarkan, Al Islam dicegat? Surat terbuka untuk kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ,” menyebut ironi kenyataan di kampus Islam di Ciputat ini.
“Penyebaran ide-ide Islam melalui buletin Al Islam dilarang namun disisi lain membolehkan pemeluk agama lain membuka stand dan menyebarkan agama mereka di kampus Islam ini. Melihat hal ini, kami merasa sangat iba dengan kondisi kampus kami yang tercinta ini. Muncullah pertanyaan, apa yang salah dengan isi buletin Al Islam? Kalaulah ide dalam Al Islam dianggap radikal, kenapa ide-ide lain, semisal ide sosialisme, liberalisme, pluralisme, komunisme, bahkan Kristen menyebar dengan leluasa di kampus kita?”
Itulah sebagian fakta yang terjadi di kampus UIN Jakarta, sebuah kampus Islam negeri yang seringkali dibangga-banggakan oleh banyak orang. Karena itu, Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN Syarif Hidayatullah selaku bagin dari civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah merasa terpanggil untuk mengingatkan pihak rektorat agar senantiasa adil dan memandang segalanya dari pandangan hidup Islam sehingga tak mudah terpengaruh iming-iming pihak diluar Islam untuk mengintervensi kampus UIN dengan paha-paham diluar Islam.
Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN Syarif Hidayatullah, di dalamnya ada nama-nama MW Abdurahman, Hanif Ansharullah, Febri, dan Firman M meminta para pejabat kanpus memperhatikan moto “Knowledge , Piety, Integrity” (Pengetahuan, Keshalehan, dan Integritas) yang selalu tertera di logo UIN ataupun “Integrasi Ilmu” dengan seharusnya menamkan akidah, pengetahuan dan integritas dalam benak mahasiswa UIN.
Dengan itu, seharusnya kampus UIN menjadi benteng penjaga akidah umat bukan malah merusaknya, menjadi referensi pemikiran – pemikiran Islam yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah, juga mampu menjawab paham asing yang bertentangan dengan Islam.
Sudahkah itu dilakukan? atau justru sebaliknya? (azm/arrahmah.com)