JAKARTA (Arrahmah. id) – Isu pemanfaatan hasil investasi dana setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain kembali menuai perhatian.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam keterangannya menilai sebagai dana amanah umat, pengelolaannya membutuhkan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keadilan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.
Dana Haji: Hak Individu yang Harus Dijaga
Mengutip laman resmi MUI, Senin (18/11), setoran awal BIPIH yang dilakukan calon jemaah haji adalah hak individu yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Namun, praktik pemanfaatan hasil investasi dana tersebut untuk kepentingan jemaah lain memunculkan pertanyaan tentang keadilan dan pelanggaran terhadap amanah.
Dalam perspektif Islam, menjaga amanah adalah prinsip fundamental. Allah SWT dalam QS An-Nisa ayat 58 memerintahkan agar amanah diberikan kepada yang berhak dan keadilan ditegakkan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Ketika amanah dikhianati, baik dengan alasan efisiensi maupun manfaat kolektif, nilai keadilan dan kepercayaan umat terganggu. Ayat ini menjadi peringatan untuk memastikan pengelolaan dana haji dilakukan dengan penuh integritas.
Haramnya Pemanfaatan Harta Orang Lain Tanpa Izin
Islam melarang penggunaan harta orang lain tanpa kerelaan pemiliknya. Dalam QS Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT berfirman:
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil…”
Hadis Nabi Muhammad SAW juga menegaskan hal ini. Dalam riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda bahwa harta seseorang tidak boleh digunakan kecuali dengan kerelaan hati pemiliknya.
Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VIII mempertegas larangan tersebut. Penggunaan dana investasi BIPIH untuk membiayai jemaah lain dinyatakan haram karena melanggar prinsip amanah dan keadilan.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menetapkan bahwa dana setoran awal adalah milik jemaah secara individu. Nilai manfaat hasil investasi harus dikembalikan kepada pemiliknya. Pengelolaan dana yang melanggar prinsip ini tidak hanya mencederai kepercayaan umat, tetapi juga berisiko merusak sistem keuangan haji di masa depan.
Dampak Ketidakadilan dalam Pengelolaan Dana
Praktik yang tidak adil dalam pengelolaan dana haji dapat menimbulkan:
1. Ketidakpercayaan Umat: jemaah dapat kehilangan keyakinan terhadap sistem pengelolaan dana haji.
2. Kerugian Umat: Dana yang dikelola secara tidak transparan berpotensi menimbulkan kerugian materi bagi jemaah.
3. Kerusakan Sistem: Praktik seperti ini dapat melemahkan kredibilitas dan keberlanjutan pengelolaan keuangan haji.
Komitmen untuk Keadilan
Sebagai bagian dari amanah umat, pengelolaan dana haji harus berpegang pada prinsip transparansi dan keadilan. Pemerintah, melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), perlu memastikan bahwa hasil investasi dana haji dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan memberikan manfaat langsung kepada pemiliknya, yakni calon jemaah haji.
Pengelolaan dana umat adalah ujian besar dalam menjaga amanah dan kepercayaan. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah adalah kunci untuk memastikan dana haji tetap menjadi instrumen keuangan yang aman dan bermanfaat bagi umat Islam di Indonesia.
(ameera/arrahmah.id)