BEIRUT (Arrahmah.id) – Bentrokan fatal antara keluarga di dekat bandara Libanon Rabu malam (8/3/2023) telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang langkah-langkah keselamatan dan keamanan di Bandara Internasional Rafic Hariri Beirut, saat peluru terbang di dekat perimeternya.
Baku tembak berkecamuk di lingkungan Jnah di pinggiran selatan Beirut pada Senin malam (6/3) dan pecah lagi pada Rabu malam (8/3), dilaporkan karena perselisihan pribadi antara dua keluarga.
Media lokal mengatakan satu orang tewas dan lebih banyak lagi yang terluka.
Sebuah video mengejutkan yang menjadi viral pada Rabu (8/3) menunjukkan peluru ditembakkan ke arah pesawat penumpang Middle East Airlines (MEA) yang tengah mendarat di satu-satunya bandara Internasional di Libanon itu.
The New Arab menghubungi Otoritas Penerbangan Sipil Libanon untuk memberikan komentar.
Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum Ali Hamieh mengatakan pada Kamis (9/3) bahwa tembakan dilepaskan secara acak selama bentrokan dan pesawat itu bukanlah sasaran.
Dia mengatakan tidak ada perlindungan politik bagi mereka yang berada di balik penembakan di sekitar bandara, yang diawasi oleh kementeriannya, seraya menambahkan bahwa tentara Libanon telah menangkap tujuh tersangka.
Militer yang bertugas menjaga keamanan internal bersama pasukan keamanan lainnya telah menggerebek Jnah untuk mencari pelakunya.
Tidak jelas berapa banyak tersangka yang telah ditangkap.
Insiden itu membuat marah warga Libanon, menimbulkan kekhawatiran bahwa maskapai seharusnya menghentikan penerbangan ke Beirut karena masalah keamanan, mengingat insiden ini bukanlah yang pertama.
Pada malam Tahun Baru, dua pesawat penumpang MEA yang diparkir di bandara rusak akibat peluru nyasar dari tembakan perayaan, menyebabkan luka-luka.
Pesawat penumpang MEA lainnya yang terbang ke Libanon dari Yordania terkena peluru nyasar saat mendarat di bandara pada November tahun lalu. Peluru mendarat di dekat kursi anggota parlemen yang berada di pesawat itu.
Pinggiran selatan Beirut, di mana Jnah berada, sebagian besar dikendalikan oleh kelompok Syiah Hizbullah dan Amal Movement. Keduanya sering dituduh melindungi orang-orang bersenjata dan para buronan. (zarahamala/arrahmah.id)