JAKARTA (Arrahmah.com) – Aksi pelemparan bom molotov terhadap tiga buah gereja di Makassar, Sulawesi Selatan, yang terjadi hampir bersamaan dan sebelumnya aksi pelemparan bom molotov juga pernah terjadi di kota lain di Makassar. Menurut Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B Nahrawardaya akibat dari masih seringnya pembangunan gereja yang bermasalah. Salah satu penyebabnya adalah tidak dipatuhinya Surat Keputusan Bersama (SKB) Pendirian Rumah Ibadat yang diteken enam tahun silam.
“Andai saja SKB tersebut dipatuhi, maka tidak akan terjadi konflik horisontal sebagaimana sering terjadi. Tidak heran apabila, meski Gereja sudah berdiri bertahun-tahun, tetapi aksi-aksi emosional masyarakat sekitar kadang tidak begitu saja bisa dihentikan karena masyarakat kadang merasa tidak mendapatkan keadilan. Salah satunya ya karena SKB 2 Menteri tersebut tidak dijalankan,” katanya dalam rilisnya, Jakarta, Jumat (14/02).
Lanjut Mustofa, beberapa bentuk pelanggaran dalam SKB tersebut, sering terjadi pada persoalan administratif semisal pemalsuan surat izin pendirian, pemalsuan tandatangan warga sekitar, maupun adanya kongkalingkong aparat yang berwenang guna melancarkan pendirian tempat ibadah, padahal ijin dari masyarakat masih bermasalah.
“Tindak kekerasan dalam konteks ini bisa jadi karena masyarakat tidak puas dengan respon yang ditunjukkan oleh aparat, padahal masyarakat sudah menyampaikan keluh kesah atas pendirian tempat ibadat. Langkah-langkah normatif masyarakat kadang berakhir buntu karena tidak ada langkah serius aparat. Akibat buntunya jalan, kelompok masyarakat akhirnya melakukan jalan pintas dengan menakuti pihak lain,” tuturnya.
Selain itu, sambung Mustofa, bisa saja ada kondisi lain atau ada pihak ketiga yang justru memanfaatkan dan mengambil keuntungan politis atas kekalutan tersebut.
“Pengkondisian konflik horisontal di masyarakat, sengaja dibuat atas nama agama. Diserangnya Gereja, saya kira itu salah satunya untuk mencapai tujuan tersebut. Kalau masyarakat sudah berperang, maka akan ada proyek pengamanan, proyek intelijen, bahkan proyek cari posisi politik dan cari jabatan hanya karena sukses menghentikan konflik lokal,” lanjutnya.
Untuk itu, Mustofa meminta kepada semua pihak khususnya kepada aparat kepolisian untuk berhati-hati agar tidak dengan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu dan pada akhirnya tidak dapat menyelesaikan konflik sosial.
“Apalagi penyerangan dilakukan pada dini hari, pelaku-pelakunya sangat susah diidentifikasi, dan siapa aktor dibalik itu semua,” demikian Mustofa. (bilal/SI/arrahmah.com)