PARIS (Arrahmah.com) – Pada Rabu (7/1/2015) malam, dua bersaudara Kouachi ditetapkan menjadi dua diantara tiga tersangka yang terlibat dalam serangan penembakkan di sebuah kantor majalah anti-Islam yang kerap menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, Charlie Hebdo, di Paris, Perancis, yang mengakibatkan 12 orang tewas dan empat lainnya mengalami cedera serius, lansir DM.
Said Kouachi (34), dan Cherif Kouachi (32), keduanya dari Paris, diidentifikasi bersama dengan Hamyd Mourad (18), dari kota timur laut, Reims.
Ternyata perburuan terhadap ketiganya mengarah ke wilayah Croix Rouge, Reims, sekitar dua jam perjalanan dengan mobil dari Paris.
Puluhan anggota dari unit “anti-teror” elit Perancis mengelilingi bangunan sebuah apartemen dan ada laporan bahwa sebuah flat telah diincar.
Gambar-gambar siaran langsung televisi menunjukkan tim polisi Swat berada pada posisi di sekitar gedung itu, di mana banyak orang yang berusaha untuk mengambil foto.
Ketiga penyerang yang disebut-sebut terkait dengan Al-Qaeda di Yaman menghabisi 12 orang yang berperan dalam penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam di kantor Charlie Hebdo di Paris pada Rabu (7/1) kemarin.
Kemarin malam Metronews melaporkan ketiga pelaku serangan merupakan warga negara Perancis dan Mourad adalah seorang tunawisma.
Sementara itu, ada pula klaim yang menyebutkan bahwa ketiganya telah ditangkap 100 mil jauhnya di Reims, menyusul laporan oleh Libération. Namun hal ini belum dapat diverifikasi.
Cherif Kouachi dinyatakan bersalah pada 2008 dengan tuduhan “terorisme” karena membantu “pejuang pemberontakan” Irak dan dihukum 18 bulan penjara.
Dua pejabat senior “kontra-terorisme” AS mengatakan kepada NBC News bahwa salah satu tersangka tewas dan yang lain dalam tahanan – tetapi hal ini juga belum bisa dikonfirmasi.
Berpakaian serba hitam dengan penutup wajah dan berbicara dalam bahasa Perancis, ketiga penyerang memaksa salah satu kartunis – di kantor Charlie Hebdo untuk membukakan pintu.
Saksi mata mengatakan para pria bersenjata itu meneriakkan, “Kami dari Al-Qaeda di Yaman,” dan “Allahu akbar!” – saat mereka melancarkan serangan tersebut.
Para penyerang langsung menuju ke tempat pemimpin redaksi dan kartunis, Stephane Charbonnier, menewaskannya dan juga polisi pengawalnya.
Keseharian Charbonnier senantiasa disertai pengawalan setelah kantornya dibom “ekstremis” pada tahun 2011. Sebuah serangan bom yang menargetkan markas Charlie Hebdo pada bulan November 2011 itu terjadi setelah mereka memasang gambar Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam di sampul depan.
Setahun kemudian, Charbonnier terkenal dengan sesumbarnya menepis ancaman terhadap hidupnya, menyatakan: “Aku lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut.”
Para penyerang juga menewaskan tiga kartunis terkenal lainnya – yang sering sekali menghina Islam dalam karya-karyanya – serta wakil pemimpin redaksi Charlie Hebdo.
Meskipun sempat terjadi tembak-menembak dengan petugas bersenjata, para penyerang akhirnya berhasil melarikan diri dengan mobil yang mereka bajak.
Kejadian ini membuat ibukota Perancis dikelilingi polisi dan tentara yang membanjiri jalan-jalan untuk bergabung dengan aksi pencarian para pelaku.
Presiden Barack Obama menawarkan bantuan AS dalam mengejar para pelaku serangan, mengklaim bahwa mereka telah menyerang “kebebasan berekspresi”.
Padahal sebelumnya, Gedung Putih telah mengkritik Charlie Hebdo pada tahun 2012 atas kartun yang menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Pada saat itu mereka mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut akan “sangat menyinggung banyak orang dan memiliki potensi untuk menjadi inflamasi.”
Setelah melakukan baku tembak sengit dengan polisi, ketiga penyerang melarikan diri dan, dalam waktu satu jam, mereka berhasil menghilang tanpa jejak.
Perancis segera meningkatkan peringatan keamanan ke tingkat tertinggi dan memperkuat upaya perlindungan di rumah ibadah, toko, kantor media dan transportasi.
Presiden Perancis, Francois Hollande, menyebut serangan itu dengan “serangan barbar terhadap Perancis dan terhadap wartawan” serta bersumpah untuk memburu mereka yang bertanggung jawab.
Jacques Myard, anggota parlemen Perancis dengan partai oposisi UMP (Union for a Popular Movement), mengatakan: “Kami tahu sesuatu akan terjadi.
“Layanan (keamanan) dahulu mengatakan kepada kami bahwa tidak diketahui kapan dan di mana [sesuatu itu terjadi]. Kami tahu bahwa kami di tengah perang.
“Negara-negara Barat – seperti Inggris, Perancis, Jerman – kami di tengah perang.”
Ratu kemarin mengirim “belasungkawa yang tulus kepada keluarga mereka yang telah tewas” dalam serangan itu.
Para pengguna Twitter menanggapi serangan terhadap Charlie Hebdo dengan curahan solidaritas menggunakan hashtag #jesuischarlie.
Pukul 16:15 waktu setempat, hampir lima jam setelah serangan itu, tweet telah mencapai lebih dari 250.000 kali, menurut salah satu situs analisis sosial.
Aksi masa juga telah diatur melewati Paris dan London untuk mendukung “kebebasan jurnalistik”.
Sementara itu, senapan serbu AK47, dan ada juga laporan mengenai granat, digunakan dalam serangan tersebut.
Serangan itu berlangsung selama pertemuan editorial mingguan Charlie Hebdo sekitar pukul 12:00 waktu setempat, yang berarti semua jurnalis menghadirinya.
Seorang kartunis muda, yang dikenal sebagai ‘Coco’, di tempat kejadian menceritakan bagaimana ia telah membiarkan para penyerang memasuki kantor.
Corrine Rey mengatakan ia kembali dari mengambil putrinya dari penitipan anak ketika ia berhadapan dengan dua pria bersenjata yang mengenakan topeng.
“Aku pergi untuk menjemput anakku di penitipan anak, tiba di depan gedung, di mana dua pria bertopeng dan bersenjata dengan brutal mengancam kami,” kata Rey.
“Mereka mengatakan mereka ingin pergi ke kantor, jadi aku membuka kodenya,” kata Ms Rey, mengacu pada sistem keamanan kode digital pada interphone.
Rey dan putrinya bersembunyi di bawah meja, di mana mereka melihat dua kartunis lainnya dieksekusi.
“Mereka menembak Wolinski dan Cabu,” katanya. “Ini berlangsung lima menit. Aku berlindung di bawah meja. “
Rey mengatakan para pria itu berbicara bahasa Perancis dengan lancar dan mengklaim mereka sebagai “teroris” Al-Qaeda.
Para pria bersenjata itu dilaporkan mengatakan kepada saksi lain: “Katakan kepada media, ini [adalah aksi] Al-Qaeda di Yaman.”
Sebuah sumber polisi mengatakan kepada surat kabar Liberation bahwa para pria bersenjata itu menanyakan orang yang bernama Charbonnier, berteriak: “Di mana Charb? Dimana Charb?”
Dua tahun lalu, seorang juru bicara Al-Qaeda dalam majalah jihad juga menyampaikan pesan yang menyatakan bagaimana para pelaku begitu “mengejek Nabi kami” dan mengungkapkan seruan untuk melawannya.
Charbonnier juga termasuk dalam daftar orang yang ‘Dicari Hidup atau Mati karena telah Melakukan Kejahatan terhadap Islam’ dalam artikel yang diterbitkan oleh majalah Al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP), Inspire.
Sementara itu, Tweet terakhir yang dipublikasikan oleh akun Twitter resmi mereka pada hari sebelumnya menampilkan kartun Abu Bakar Baghdadi, pemimpin kelompok “Daulah Islam” atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS.
Di dalamnya, dia berharap semua orang dalam kedaan ‘sehat wal afiat’. Kartunis Cabu, Tignous dan Wolinski juga dilaporkan tewas. Chief Executive Radio France Mathieu Gilet kemudian mengumumkan di Twitter bahwa seorang kontributor bernama Bernard Maris merupakan korban lainnya.
Sementara itu, ada laporan mengenai ledakan mobil di luar sebuah sinagog di Sarcelles, di bagian utara Paris, hanya beberapa jam setelah serangan Charlie Hebdo.
Namun ledakan yang terjadi sekitar pukul 13:30 itu tidak dianggap berhubungan dengan “pembantaian” di Charlie Hebdo, menurut Paris Metro yang mengutip walikota Sarcelles.
Florence Pouvil, seorang pramuniaga di Lunas Perancis di Rue Nicolas Appert, di seberang kantor Charlie Hebdo, mengaku shock dengan serangan itu.
Dia mengatakan kepada MailOnline: “Aku melihat dua orang dengan senjata besar, seperti Kalashnikov di luar kantor kami dan kemudian kami mendengar tembakan. Kami sangat bingung.
“Ada dua orang yang keluar dari gedung dan menembak di mana-mana. Kami bersembunyi di lantai, kami sangat ketakutan.
“Mereka datang dari gedung seberang dengan senjata besar. [Gedung] ini memiliki banyak perusahaan yang berbeda di dalamnya.
“Beberapa rekan kerja bekerja di sana jadi kami takut akan [keadaan] mereka. Mereka tidak hanya menembak di dalam kantor Charlie Hebdo.
“Mereka menembak di jalan juga. Kami takut akan keselamatan kami sehingga kami bersembunyi di bawah meja kami supaya mereka tidak melihat kami.
“Kedua orang itu berpakaian hitam dari kepala sampai kaki dan wajah mereka tertutup sehingga aku tidak melihat mereka.
“Mereka mengenakan pakaian militer, itu bukan pakaian yang umum, seakan mereka adalah tentara.”
New York Times melaporkan bahwa seorang jurnalis di kantor Charlie Hebdo, yang meminta tidak disebutkan namanya, mengirim sms ke seorang teman setelah serangan itu, berkata: “Aku masih hidup.
“Ada maut di sekelilingku. Ya, aku di sana. Para Jihadis itu membiarkanku.”
Saksi lain, Gilles Boulanger, yang bekerja di gedung yang sama, mengatakan kepada Itele: “Seorang tetangga menelepon untuk memperingatkanku bahwa ada orang-orang bersenjata di gedung itu dan bahwa kami harus menutup semua pintu.
“Dan beberapa menit kemudian, ada beberapa tembakan yang terdengar di gedung itu dari senjata otomatis yang menembak ke segala arah.
“Jadi kami melihat keluar jendela dan melihat penembakan itu di Boulevard Richard-Lenoir, dengan polisi. Itu benar-benar mengganggu. Kalian akan berpikir itu adalah zona perang. “
Jurnalis Perancis, Stefan De Vries, mengatakan kepada Sky News: “Ada keamanan di pintu tapi mereka membunuh para petugas polisi, mereka mengeksekusi mereka dan mereka mulai melepaskan tembakan di kantor.”
Seorang saksi mata yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada BBC World: “Ketika aku tiba di tempat kejadian itu cukup mengganggu karena Anda bisa bayangkan, ada beberapa mayat di lantai.
“Kami melihat jumlah korban yang sangat banyak, jadi kami hanya mencoba untuk membantu yang kami bisa – ada banyak orang di lantai dan ada darah di mana-mana.
“Aku sangat trauma dengan serangan ini dan segala sesuatunya dan sekarang kami berada di ‘neraka psikologis’ di mana kami sedang ditangani oleh para profesional.”
Sementara itu, Benoit Bringer, seorang jurnalis yang bekerja di sebelah tempat kejadian, berlindung di atap bangunan, yang merupakan arondisemen ke-11 Paris.
Dia berkata: “Ada sangat banyak orang di dalam gedung. Kami dievakuasi melalui atap di sebelah kantor. Setelah sekitar sepuluh menit kami melihat dua orang bersenjata, pria-pria bertopeng di jalan.”
Saksi lain mengatakan: “Ada tembakan keras dan setidaknya satu ledakan. Ketika polisi tiba ada tembak-menembak masa. Orang-orang itu berhasil melarikan diri dengan mobil, mencuri mobil.”
Setelah penembakan itu, ratusan komentar diposting di halaman Twitter Charlie Hebdo, dengan salah satu pengguna, David Rault, menulis: “Sebuah hari yang menyedihkan bagi kebebasan berekspresi.”
Orang penting Charlie Hebdo, Gerard Biard, lolos dalam serangan itu karena dia berada di London.
Dia mengatakan kepada France Inter: “Aku terkejut bahwa orang-orang itu dapat menyerang sebuah surat kabar di Perancis, sebuah republik sekuler. Aku tidak mengerti ini.
“Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu dapat menyerang surat kabar dengan senjata berat. Sebuah surat kabar bukanlah senjata perang,” klaimnya.
Pakar keamanan Profesor Anthony Glees, dari University of Buckingham, mengatakan: “Perancis secara mengejutkan telah gagal untuk menjaga negara mereka tetap aman.”
(banan/arrahmah.com)
PARIS (Arrahmah.com) – Pada Rabu (7/1/2015) malam, dua bersaudara Kouachi ditetapkan menjadi dua diantara tiga tersangka yang terlibat dalam serangan penembakkan di sebuah kantor majalah anti-Islam yang kerap menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, Charlie Hebdo, di Paris, Perancis, yang mengakibatkan 12 orang tewas dan empat lainnya mengalami cedera serius, lansir DM.
Said Kouachi (34), dan Cherif Kouachi (32), keduanya dari Paris, diidentifikasi bersama dengan Hamyd Mourad (18), dari kota timur laut, Reims.
Ternyata perburuan terhadap ketiganya mengarah ke wilayah Croix Rouge, Reims, sekitar dua jam perjalanan dengan mobil dari Paris.
Puluhan anggota dari unit “anti-teror” elit Perancis mengelilingi bangunan sebuah apartemen dan ada laporan bahwa sebuah flat telah diincar.
Gambar-gambar siaran langsung televisi menunjukkan tim polisi Swat berada pada posisi di sekitar gedung itu, di mana banyak orang yang berusaha untuk mengambil foto.
Ketiga penyerang yang disebut-sebut terkait dengan Al-Qaeda di Yaman menghabisi 12 orang yang berperan dalam penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam di kantor Charlie Hebdo di Paris pada Rabu (7/1) kemarin.
Kemarin malam Metronews melaporkan ketiga pelaku serangan merupakan warga negara Perancis dan Mourad adalah seorang tunawisma.
Sementara itu, ada pula klaim yang menyebutkan bahwa ketiganya telah ditangkap 100 mil jauhnya di Reims, menyusul laporan oleh Libération. Namun hal ini belum dapat diverifikasi.
Cherif Kouachi dinyatakan bersalah pada 2008 dengan tuduhan “terorisme” karena membantu “pejuang pemberontakan” Irak dan dihukum 18 bulan penjara.
Dua pejabat senior “kontra-terorisme” AS mengatakan kepada NBC News bahwa salah satu tersangka tewas dan yang lain dalam tahanan – tetapi hal ini juga belum bisa dikonfirmasi.
Berpakaian serba hitam dengan penutup wajah dan berbicara dalam bahasa Perancis, ketiga penyerang memaksa salah satu kartunis – di kantor Charlie Hebdo untuk membukakan pintu.
Saksi mata mengatakan para pria bersenjata itu meneriakkan, “Kami dari Al-Qaeda di Yaman,” dan “Allahu akbar!” – saat mereka melancarkan serangan tersebut.
Para penyerang langsung menuju ke tempat pemimpin redaksi dan kartunis, Stephane Charbonnier, menewaskannya dan juga polisi pengawalnya.
Keseharian Charbonnier senantiasa disertai pengawalan setelah kantornya dibom “ekstremis” pada tahun 2011. Sebuah serangan bom yang menargetkan markas Charlie Hebdo pada bulan November 2011 itu terjadi setelah mereka memasang gambar Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam di sampul depan.
Setahun kemudian, Charbonnier terkenal dengan sesumbarnya menepis ancaman terhadap hidupnya, menyatakan: “Aku lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut.”
Para penyerang juga menewaskan tiga kartunis terkenal lainnya – yang sering sekali menghina Islam dalam karya-karyanya – serta wakil pemimpin redaksi Charlie Hebdo.
Meskipun sempat terjadi tembak-menembak dengan petugas bersenjata, para penyerang akhirnya berhasil melarikan diri dengan mobil yang mereka bajak.
Kejadian ini membuat ibukota Perancis dikelilingi polisi dan tentara yang membanjiri jalan-jalan untuk bergabung dengan aksi pencarian para pelaku.
Presiden Barack Obama menawarkan bantuan AS dalam mengejar para pelaku serangan, mengklaim bahwa mereka telah menyerang “kebebasan berekspresi”.
Padahal sebelumnya, Gedung Putih telah mengkritik Charlie Hebdo pada tahun 2012 atas kartun yang menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Pada saat itu mereka mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut akan “sangat menyinggung banyak orang dan memiliki potensi untuk menjadi inflamasi.”
Setelah melakukan baku tembak sengit dengan polisi, ketiga penyerang melarikan diri dan, dalam waktu satu jam, mereka berhasil menghilang tanpa jejak.
Perancis segera meningkatkan peringatan keamanan ke tingkat tertinggi dan memperkuat upaya perlindungan di rumah ibadah, toko, kantor media dan transportasi.
Presiden Perancis, Francois Hollande, menyebut serangan itu dengan “serangan barbar terhadap Perancis dan terhadap wartawan” serta bersumpah untuk memburu mereka yang bertanggung jawab.
Jacques Myard, anggota parlemen Perancis dengan partai oposisi UMP (Union for a Popular Movement), mengatakan: “Kami tahu sesuatu akan terjadi.
“Layanan (keamanan) dahulu mengatakan kepada kami bahwa tidak diketahui kapan dan di mana [sesuatu itu terjadi]. Kami tahu bahwa kami di tengah perang.
“Negara-negara Barat – seperti Inggris, Perancis, Jerman – kami di tengah perang.”
Ratu kemarin mengirim “belasungkawa yang tulus kepada keluarga mereka yang telah tewas” dalam serangan itu.
Para pengguna Twitter menanggapi serangan terhadap Charlie Hebdo dengan curahan solidaritas menggunakan hashtag #jesuischarlie.
Pukul 16:15 waktu setempat, hampir lima jam setelah serangan itu, tweet telah mencapai lebih dari 250.000 kali, menurut salah satu situs analisis sosial.
Aksi masa juga telah diatur melewati Paris dan London untuk mendukung “kebebasan jurnalistik”.
Sementara itu, senapan serbu AK47, dan ada juga laporan mengenai granat, digunakan dalam serangan tersebut.
Serangan itu berlangsung selama pertemuan editorial mingguan Charlie Hebdo sekitar pukul 12:00 waktu setempat, yang berarti semua jurnalis menghadirinya.
Seorang kartunis muda, yang dikenal sebagai ‘Coco’, di tempat kejadian menceritakan bagaimana ia telah membiarkan para penyerang memasuki kantor.
Corrine Rey mengatakan ia kembali dari mengambil putrinya dari penitipan anak ketika ia berhadapan dengan dua pria bersenjata yang mengenakan topeng.
“Aku pergi untuk menjemput anakku di penitipan anak, tiba di depan gedung, di mana dua pria bertopeng dan bersenjata dengan brutal mengancam kami,” kata Rey.
“Mereka mengatakan mereka ingin pergi ke kantor, jadi aku membuka kodenya,” kata Ms Rey, mengacu pada sistem keamanan kode digital pada interphone.
Rey dan putrinya bersembunyi di bawah meja, di mana mereka melihat dua kartunis lainnya dieksekusi.
“Mereka menembak Wolinski dan Cabu,” katanya. “Ini berlangsung lima menit. Aku berlindung di bawah meja. “
Rey mengatakan para pria itu berbicara bahasa Perancis dengan lancar dan mengklaim mereka sebagai “teroris” Al-Qaeda.
Para pria bersenjata itu dilaporkan mengatakan kepada saksi lain: “Katakan kepada media, ini [adalah aksi] Al-Qaeda di Yaman.”
Sebuah sumber polisi mengatakan kepada surat kabar Liberation bahwa para pria bersenjata itu menanyakan orang yang bernama Charbonnier, berteriak: “Di mana Charb? Dimana Charb?”
Dua tahun lalu, seorang juru bicara Al-Qaeda dalam majalah jihad juga menyampaikan pesan yang menyatakan bagaimana para pelaku begitu “mengejek Nabi kami” dan mengungkapkan seruan untuk melawannya.
Charbonnier juga termasuk dalam daftar orang yang ‘Dicari Hidup atau Mati karena telah Melakukan Kejahatan terhadap Islam’ dalam artikel yang diterbitkan oleh majalah Al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP), Inspire.
Sementara itu, Tweet terakhir yang dipublikasikan oleh akun Twitter resmi mereka pada hari sebelumnya menampilkan kartun Abu Bakar Baghdadi, pemimpin kelompok “Daulah Islam” atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS.
Di dalamnya, dia berharap semua orang dalam kedaan ‘sehat wal afiat’. Kartunis Cabu, Tignous dan Wolinski juga dilaporkan tewas. Chief Executive Radio France Mathieu Gilet kemudian mengumumkan di Twitter bahwa seorang kontributor bernama Bernard Maris merupakan korban lainnya.
Sementara itu, ada laporan mengenai ledakan mobil di luar sebuah sinagog di Sarcelles, di bagian utara Paris, hanya beberapa jam setelah serangan Charlie Hebdo.
Namun ledakan yang terjadi sekitar pukul 13:30 itu tidak dianggap berhubungan dengan “pembantaian” di Charlie Hebdo, menurut Paris Metro yang mengutip walikota Sarcelles.
Florence Pouvil, seorang pramuniaga di Lunas Perancis di Rue Nicolas Appert, di seberang kantor Charlie Hebdo, mengaku shock dengan serangan itu.
Dia mengatakan kepada MailOnline: “Aku melihat dua orang dengan senjata besar, seperti Kalashnikov di luar kantor kami dan kemudian kami mendengar tembakan. Kami sangat bingung.
“Ada dua orang yang keluar dari gedung dan menembak di mana-mana. Kami bersembunyi di lantai, kami sangat ketakutan.
“Mereka datang dari gedung seberang dengan senjata besar. [Gedung] ini memiliki banyak perusahaan yang berbeda di dalamnya.
“Beberapa rekan kerja bekerja di sana jadi kami takut akan [keadaan] mereka. Mereka tidak hanya menembak di dalam kantor Charlie Hebdo.
“Mereka menembak di jalan juga. Kami takut akan keselamatan kami sehingga kami bersembunyi di bawah meja kami supaya mereka tidak melihat kami.
“Kedua orang itu berpakaian hitam dari kepala sampai kaki dan wajah mereka tertutup sehingga aku tidak melihat mereka.
“Mereka mengenakan pakaian militer, itu bukan pakaian yang umum, seakan mereka adalah tentara.”
New York Times melaporkan bahwa seorang jurnalis di kantor Charlie Hebdo, yang meminta tidak disebutkan namanya, mengirim sms ke seorang teman setelah serangan itu, berkata: “Aku masih hidup.
“Ada maut di sekelilingku. Ya, aku di sana. Para Jihadis itu membiarkanku.”
Saksi lain, Gilles Boulanger, yang bekerja di gedung yang sama, mengatakan kepada Itele: “Seorang tetangga menelepon untuk memperingatkanku bahwa ada orang-orang bersenjata di gedung itu dan bahwa kami harus menutup semua pintu.
“Dan beberapa menit kemudian, ada beberapa tembakan yang terdengar di gedung itu dari senjata otomatis yang menembak ke segala arah.
“Jadi kami melihat keluar jendela dan melihat penembakan itu di Boulevard Richard-Lenoir, dengan polisi. Itu benar-benar mengganggu. Kalian akan berpikir itu adalah zona perang. “
Jurnalis Perancis, Stefan De Vries, mengatakan kepada Sky News: “Ada keamanan di pintu tapi mereka membunuh para petugas polisi, mereka mengeksekusi mereka dan mereka mulai melepaskan tembakan di kantor.”
Seorang saksi mata yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada BBC World: “Ketika aku tiba di tempat kejadian itu cukup mengganggu karena Anda bisa bayangkan, ada beberapa mayat di lantai.
“Kami melihat jumlah korban yang sangat banyak, jadi kami hanya mencoba untuk membantu yang kami bisa – ada banyak orang di lantai dan ada darah di mana-mana.
“Aku sangat trauma dengan serangan ini dan segala sesuatunya dan sekarang kami berada di ‘neraka psikologis’ di mana kami sedang ditangani oleh para profesional.”
Sementara itu, Benoit Bringer, seorang jurnalis yang bekerja di sebelah tempat kejadian, berlindung di atap bangunan, yang merupakan arondisemen ke-11 Paris.
Dia berkata: “Ada sangat banyak orang di dalam gedung. Kami dievakuasi melalui atap di sebelah kantor. Setelah sekitar sepuluh menit kami melihat dua orang bersenjata, pria-pria bertopeng di jalan.”
Saksi lain mengatakan: “Ada tembakan keras dan setidaknya satu ledakan. Ketika polisi tiba ada tembak-menembak masa. Orang-orang itu berhasil melarikan diri dengan mobil, mencuri mobil.”
Setelah penembakan itu, ratusan komentar diposting di halaman Twitter Charlie Hebdo, dengan salah satu pengguna, David Rault, menulis: “Sebuah hari yang menyedihkan bagi kebebasan berekspresi.”
Orang penting Charlie Hebdo, Gerard Biard, lolos dalam serangan itu karena dia berada di London.
Dia mengatakan kepada France Inter: “Aku terkejut bahwa orang-orang itu dapat menyerang sebuah surat kabar di Perancis, sebuah republik sekuler. Aku tidak mengerti ini.
“Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu dapat menyerang surat kabar dengan senjata berat. Sebuah surat kabar bukanlah senjata perang,” klaimnya.
Pakar keamanan Profesor Anthony Glees, dari University of Buckingham, mengatakan: “Perancis secara mengejutkan telah gagal untuk menjaga negara mereka tetap aman.”
(banan/arrahmah.com)