JAKARTA (Arrahmah.id) – Pelaku perundungan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) apabila terbukti bersalah maka akan diancam sejumlah sanksi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara tegas bakal mencabut surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi (STR).
Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, ada berbagai macam sanksi untuk pelaku perundungan.
Hal ini tergantung dari kategori perundungan yang dilakukan, mulai dari ringan, sedang, atau berat.
“Sanksinya akan mengikuti itu. Bisa sampai dicabut (SIP dan STR) apabila memang sanksinya berat,” ungkap Nadia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/9/2024), dilansir dari Antara.
Dia menjelaskan, jika pelaku perundungan adalah dokter yang bertugas di lingkup rumah sakit (RS) vertikal Kemenkes, sanksi yang akan diberlakukan mulai dari teguran, penurunan, sampai penundaan kenaikan pangkat.
Sementara, jika pelaku perundungan adalah dokter kontrak maka sanksinya adalah pemutusan kontrak. Jika pelaku merupakan aparatur sipil negara (ASN), pelaku bakal dikeluarkan dari ASN.
Jika pelaku perundungan merupakan peserta pendidikan dokter spesialis atau yang masih berstatus mahasiswa, pihaknya akan mengembalikan ke fakultas kedokterannya.
Selanjutnya, di fakultas kedokteran, pelaku yang merupakan mahasiswa PPDS bakal terkena sanksi. Sanksi yang diberikan bisa berupa larangan melakukan pendidikan selama satu atau beberapa semester. Sanksi juga bisa berupa larangan praktik pendidikan di rumah sakit vertikal Kemenkes.
Selain itu, jika perundungan terjadi di luar lingkup RS vertikal Kemenkes, pihaknya bakal melakukan koordinasi dengan mengirimkan surat.
“Kalau misalnya itu ada di rumah sakit milik universitas, kita akan memberikan surat bahwa ada laporan ini dengan tidak menyebutkan identitas, tetapi kasusnya ada di bagian mana atau program studi mana,” ucapnya.
Begitu juga jika peristiwa perundungan terjadi di pemerintah daerah. Di mana pemerintah daerah juga memiliki kegiatan pendidikan di rumah sakit umum daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Namun, dia menegaskan, untuk rumah sakit di luar Kemenkes, kalau mereka meminta secara resmi bantuan menangani perundungan, pihaknya pasti akan membantu.
Namun, dia menegaskan, jika tidak ada permintaan maka hal itu bukan kewenangan Kemenkes.
“Jadi kami tidak bisa ke arah sana,” tambah dia.
Sementara itu, terkait dengan kasus perundungan terhadap Dokter Aulia Risma Lestari yang merupakan mahasiswi dari Jurusan Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Kemenkes masih melakukan penghentian wahana pendidikan dokter spesialis di RS Kariadi, Semarang, Jawa Tengah.
(ameera/arrahmah.id)