Arrahmah.Com Featurenews – Ba’da shalat asar, seorang Mulla yang secara rutin mengajar di Masjid Jami’ di Kandahar duduk dengan punggung bersandar di tembok salah satu pojok masjid. Lalu, puluhan anak muda dilihat bergegas menuju ke arahnya dan kemudian duduk mengelilinginya.
Setelah melihat semua muridnya duduk dengan disiplin, Mulla mulai berbicara sambil memperlihatkan buku yang ia bawa: “Saya membawa buku Sejarah Kandahar, dan hari ini kita akan membaca kisah seorang Mujahid bernama Usamah.”
Mullah Muhammad Umuar Mujahid -Hafizahullah-
Lalu ia memberikan buku itu kepada seorang siswa yang duduk paling dekat dengannya dna meminta siswanya itu untuk membaca dengan suara yang lantang agar bisa terdengar oleh kawan-kawannya yang lain.
Anak muda itu menerima buku dengan santun dan antusias. Dia terlihat sangat senang mendapat tugas dari Mulla. Lalu, dia mulai membuka indeks buku dan memilih judul “Kisah sampainya Usamah bin Ladin ke Afghanistan dan perjuangannya bersama Amirul Mukminin Mulla Muhammad Umar Mujahid”.
Lalu dia memulainya dengan membaca Basmallah dan memuji Allah SWT, kemudian dia membaca buku itu keras-keras:
“Di bulan Muharram 1417 H, Usamah tiba di Kandahar. Ia diusir karena kesungguhannya dalam menolak bergabung untuk memberhalakan Amerika. Dia memutuskan untuk memerangi Amerika, namun dia tidak menerima respon yang baik dari rakyatnya kecuali beberapa orang saja dan juga beberapa orang dari negara lain yang ingin bergabung dengannya…namun kondisi mereka semua lemah dan tak berdaya.
Lalu, Usamah berusaha mendekati para pemimpin Arab, meminta pertolongan dan jaminan tempat tinggal hidup yang aman baginya dan pengikutnya untuk mempersiapkan perang terhadap Amerika.
Suatu hari, ia mendengar rencana penerapan undang-undang Syariah Islam di Sudan. Oleh karena itu, dia mengutus seseorang untuk menemui ‘Sang Raja’ Sudan meminta jaminan atas tempat hidup yang aman baginya dan pengikutnya.
‘Raja’ itu mengatakan, “Pintu selalu terbuka dan negeri kami milik siapa saja… silahkan datang sebagai seorang tamu terhormat… simpanlah kekayaan anda di sini dan jika anda berkenan, bergabunglah dengan Jihad kami, memerangi pemberontak Sudan yang dipimpin oleh John Garang.”
Usamah sangat bahagia mendengar jawaban tersebut dan ia segera bersiap-siap untuk hijrah ke Sudan. Lalu, ia tinggal di sana dan mendirikan berbagai Mu’askar (Kem Tentara) dan melatih Mujahidin bersama para pejuang ‘Sang Raja’, dan mereka bahagia di sana waktu itu…
Bersamaan dengan berkembangnya negara tersebut, jalan-jalan diperbaiki, pasar-pasar direnovasi, dan negara tersebut menjadi lebih sejahtera.
Suatu hari, Amerika mendesak ‘Sang Raja’ dan mengatakan, “Usirlah mereka dari negara anda”. ‘Sang Raja’ mengiyakan, “Baiklah. Perintah anda sangat kami hargai, dalam rangka membuat kesenangan anda.”
‘Sang Raja’ kembali menemui Usamah dan mengatakan padanya: “Pergilah dari negara kami… !!!” Usamah menjawab, “Bukankah kita telah berjanji untuk berjihad bersama?”
‘Sang Raja’ menjawab, “Benar… Tetapi hanya Jihad melawan John Garang, bukan Amerika.” Usamah yang dijawab, “Sejak dulu, saya justru bermaksud untuk menghancurkan Amerika dan semua sekutunya.”
‘Sang Raja’ menimpali, “Kita tidak memiliki kekuatan… tolong pergi dari negeri kami.”
Mulla memberi tanda pada muridnya, yang begitu tenggelam dalam bacaannya, untuk berhenti. Mulla hendak memberikan sedikit penjelasan. Mulla mengatakan:
“Dalam kasus Usamah tadi, nyata sekali bahwa Sudan lebih takut pada Amerika daripada Allah SWT, dan pada waktu itu Sudan bingung karena dengan diusirnya Usamah pergi, maka kekayaan Usamah yang telah menopang perekonomian Sudan pun akan lenyap. Namun ketakutan ‘Sang Raja’ Sudan terhadap Amerika rupanya lebih besar daripada keprihatinannya terhadap warganegaranya sendiri, yakni dengan memilih mengusir Usamah demi menyenangkan Amerika, meskipun Amerika tidak senang pada ‘Raja’ Sudan, sehingga ‘Sang Raja’ dipaksa lengser dari jabatannya dan diganti oleh John Garang.”
Kemudian Mulla berkata, “Sekarang… lanjutkan, Nak!”
Pemuda yang terlena dalam penjelasan Mulla terkejut dan dengan cepat mencari baris terakhir yang telah dibacanya… Lalu, dia melanjutkan bacaannya, “Usamah harus menemukan orang yang bersedia meyakinkan dan menolongnya dalam menghancurkan Amerika.
Lalu, dia mendengar kembali bahwa Syariah Islam dilaksanakan di Kandahar oleh sebuah komunitas yang menamakan dirinya Taliban. Mereka dituntun oleh seorang laki-laki pemberani bernama Mulla Muhammad Umar Mujahid sebagai seorang Amir. Lalu, Usamah mengirim seorang utusan kepadanya.
Amir Taliban mengatakan: “Mari angkat senjata… dan perangi pemberontak dan pencuri di negeri kami.”
Usamah menjawab: “Tujuan kami adalah menghancurkan Amerika.”
Amir menjawab: “Allaahu akbar… Menghancurkan mereka adalah kesenangan kami.”
Usamah berkata: “Jangan hanya kesenangan… Tapi dalam rangka Jihad fii Sabiilillah.”
Amir menjawab: “Tentu saja kami adalah para pejuang Jihad dan kami adalah anak-anak yang lahir bersama desing peluru. Perang adalah ibu yang menyusui dan memberi kami makan.”
Usama bertanya: “Apakah anda berkenan untuk menyertai saya memerangi tentara salibis?”
Amir menjawab: “Perang dan berdamailah dengan siapapun yang anda inginkah, berhubunganlah dengan siapapun yang anda kehendaki, ambillah apapun dan sebanyak apapun yang anda inginkan dari milik kami, kami tentu akan bersabar dalam perjuangan ini dan kami akan selalu berani untuk maju, sekalipun anda mempersilahkan kami mengarungi benua untuk berperang dengan Amerika, kami jamin, kami akan mewujudkannya bersama anda”
Usamah mengatakan: “Tapi kalian semua sekalian akan ditembak dengan anak panah oleh orang seluruh Arab dan Roma dari arah yang sama.”
Amir menjawab: “Percayalah, semua yang itu tidak akan pernah terjadi kecuali jika al Khaliq menghendaki semua itu terjadi.”
Usamah mengatakan: “Namun Amerika akan datang dan membayar suku-suku yang ada untuk menghentikan anda.”
Amir menjawab: “Allah ialah pelindung kami… sedangkan mereka tidak memiliki satupun pelindung.”
Usamah masih belum yakin, dan oleh karen itu ia berkata: “Apakah anda tahu Amerika memiliki pasukan bersenjata yang luar biasa dan juga pedang yang sangat tajam? Mereka akan datang dan menyerbu negara anda.”
Amir menjawab: “Ya, kami mengetahuinya, namun kami tidak berbicara layaknya umat Nabi Musa as berbicara pada nabi mereka, “Pergilah bersama Tuhanmu, dan berperanglah kalian berdua, sedangkan kami duduk di sini (dan melihat kalian).” Sungguh, wahai Usamah, kami akan melindungi anda dari sebelah kanan dan kiri, dari depan dan belakang anda, dengan harapan semoga Allah menunjukkan apapun yang membuat hati anda bahagia. Sungguh negara ini belum pernah diserbu oleh tentara mana pun, mereka pasti akan berlari pontang-panting… kecuali angkatan perang Qutaibah”
Usamah mengatakan: “Umat manusia tidak akan pernah mau berteman dengan anda dan seluruh penduduk bumi akan meninggalkan anda.”
Amir mengatakan: “Cukup bagi kami keberadaan Allah, dan jika Dia berkehendak, Dialah yang akan mempersatukan kami dengan penduduk Firdaus di surga kelak.”
Usamah mengatakan: “Mereka akan memboikot anda dan membiarkan anda kelaparan.”
Amir menjawab: “Sungguh hanya Allah Yang Maha Pemberi dan hanya Dia Yang Maha Memiliki Kekuasaan.”
Usamah mengatakan: “Mereka hanya ingin menangkap saya.”
Amir menjawab: “Tenanglah… Mereka tidak akan pernah bisa menyentuh anda selama mata kami masih terbuka.”
Usamah menjawab: “Berkenankah kalian melindungi saya seperti kalian melindungi anak dan istri kalian?”
Amir menjawab: “Ya, demi Allah. Sebenarnya kami pun akan mengeluarkan mereka dari rumah agar anda bisa tinggal di rumah kami. Darah sebaiknya dibayar dengan darah, begitupun dengan kerusakan. Hantam lawan dan jangan lupa ucapkan Basmallah, Hantam…!!! Kami bersedia mengorbankan anak dan istri kami. Hantam musuh dan berlindunglah di belakang kami, biarkan leher kami tercekik selama leher anda aman. Teruskan perjuangan anda, semoga Rabbul Jabbar selalu bersama dengan kita.”
Tiba-tiba, anak muda berhenti membaca ketika dia mendengar Mulla tersedu menahan tangis. Dia terkejut melihat Mulla berusaha menyeka wajahnya dengan turban dan badannya menggigil ketika ia tak mampu menahan tangis sembari terus-menerus meneriakkan takbir, semua anak muda yang ada di sana diam, tak mampu berbicara sepatah kata pun.
Mulla mulai menyeka kembali sudut matanya yang dipenuhi air mata, dan kemudian berkata, “Saya sudah membaca banyak buku sejarah, tapi selain kisah mereka, saya belum pernah menemukan orang yang begitu saling mempercayai ketika menolong orang lain yang membutuhkan, kecuali kaum Aus dan Khazraj, kaum Ansar yang menolong Rasulullah saw.
“Lihatlah kuburan mereka dari tepi gunung Tora Bora, Shahikot, Kandahar dan Kabul… gunung-gunung itu adalah saksi bahwa mereka memang orang-orang pemberani… Saya mendengar pasukan Salibis telah menangkap salah satu dari mereka… lalu orang itu didesak untuk mengatakan dimana Usamah bersembunyi… ia diiming-imingi dengan pembebasan dan uang dengan jumlah besar… tetapi dia menjawab, “Demi Allah, kalaupun Usamah bersembunyi di bawah kaki saya, saya tidak akan pernah mengangkatnya dan memperlihatkannya padamu.””.
Lalu isak tangis kembali terdengar dari arah Mulla… dan kali ini makin keras… rupanya Mulla tidak bisa meneruskan majelis ta’limnya hari itu… dia bangun, meninggalkan murid-muridnya, dan menangis… (arrahmah.com/ash/tum)