SRAGEN (Arrahmah.com) – Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman menanggapi liputan tentang ritual zina di Gunung Kemukus oleh jurnalis asing, Patrick Abboud, yang ditayangkan media Australia, SBS.
Dia menyatakan cerita atau kisah cinta Pangeran Samudro dengan ibu tirinya, Ontrowulan, yang dijadikan dasar ritual zina sebagian peziarah di Gunung Kemukus, tidak benar. “[Cerita] Itu hanya dongeng yang diyakini sebagian masyarakat sebagai jalan untuk menjadi kaya raya. Cerita sebenarnya tidak seperti itu,” kata dia, dikutip dari Solopos.com Rabu (19/11/2014).
“Tidak ada ketentuan harus berhubungan badan dengan orang yang bukan pasangan dalam prosesi ritual.”
Agus tidak menampik kemungkinan terjadinya praktik hubungan badan antara pelaku peziarah dengan orang yang bukan pasangan resmi di Gunung Kemukus. Namun dia menyatakan hal itu sebagai praktik prostitusi terselubung. Pengunjung atau peziarah membeludak di Gunung Kemukus pada malam satu Suro.
Faktanya
Namun faktanya Pemerintah Kabupaten Sragen mengambil manfaat dari pelacuran di Gunung kemukus yang katanya pelacuran terselubung itu. Nahimunkar.com pada 12 October 2008 memuat tulisan sebagai berikut:
…”suatu bukit peziarahan, Kemukus, yang khas di mana lelaki perempuan ber’ziarah’ untuk melakukan free sex di bawah naungan pohon dan restu Pemerintah Daerah. Mereka datang untuk mohon kekayaan.” Begitu budayawan sekaligus rohaniwan Y.B. Mangunwijaya, menulis tentang kawasan wisata ziarah Gunung Kemukus di Sragen, Jawa Tengah.
Benarkah pendapat mendiang Romo Mangun dalam buku esainya yang terkenal, “Sastra dan Religiositas?”
Tim Peristiwa yang dua kali mengunjungi Gunung Kemukus menemukan fakta yang menarik. Sekitar 400 penginapan murah muncul sejak 1980-an di sekitar makam Pangeran Samudro dan Sendang Ontrowulan, dua tempat sakral yang banyak diziarahi, terutama pada malam Jumat Pon. Legenda perselingkuhan pangeran dengan ibu tirinya itu seolah mensahkan hubungan intim di antara peziarah yang ingin cepat kaya. Kini, persetubuhan memang tidak selalu berlangsung di antara para peziarah di bawah pohon-pohon besar, tetapi juga dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang dibawa ke dalam kamar-kamar sederhana. Pemerintah Kabupaten Sragen dalam posisi dilematis. Retribusi yang masuk ke kas Pemda Kabupaten dari peziarah Kemukus lumayan besar, Rp 210 juta pada tahun lalu. Jauh lebih besar daripada obyek wisata lain di Sragen—seperti Situs Sangiran, Makam Joko Tingkir atau waduk Kedung Ombo—yang hanya menyumbang sekitar seperempatnya. Sedangkan operasi pembersihan terhadap penginapan dan warung-warung yang menyediakan PSK sulit dilakukan, karena masyarakat Kemukus hidup dari ziarah seks tersebut. (REDAKSI TV7). (azm/dbs/arrahmah.com)