GAZA (Arrahmah.id)– Seorang pejabat militer ‘Israel’ telah mengonfirmasi bahwa beberapa “insiden tembakan kawan” terjadi selama operasi perlawanan pada 7 Oktober, dan menyalahkan kekacauan sebagai penyebabnya. Seorang pejabat militer ‘Israel’, yang dikutip oleh AP, mengonfirmasi bahwa pasukan ‘Israel’ secara keliru menembaki pasukan dan pemukim mereka sendiri. Ia tidak mengungkapkan angka pastinya, tetapi mengakui bahwa insiden semacam itu memang terjadi. Pernyataan tersebut dibuat untuk mengomentari penyelidikan terbaru oleh tentara ‘Israel’ yang mengungkap alasan di balik kekalahan ‘Israel’ pada 7 Oktober 2023.
Selain itu, tahun lalu, surat kabar ‘Israel’ Haaretz melaporkan bahwa helikopter militer ‘Israel’ menembaki warga Palestina tetapi berakhir dengan melukai warga ‘Israel’ yang sedang menghadiri sebuah festival pada 7 Oktober. Militer juga merilis rekaman video pesawat nirawak yang memperlihatkan ratusan mobil yang terbakar dan rusak yang dipindahkan dari festival musik Nova, yang menjadi sasaran senjata berat yang tidak digunakan oleh kelompok perlawanan yang berbasis di Gaza.
Pada pukul 11:22, komando ‘Israel’ mengeluarkan perintah kepada Divisi Gaza yang menyatakan, “Tidak ada satu pun kendaraan yang boleh kembali ke Gaza.” Seorang sumber dari Komando Selatan mengatakan kepada Haaretz, “Semua orang tahu saat itu bahwa kendaraan tersebut dapat membawa warga sipil atau tentara yang diculik … Semua orang tahu apa artinya tidak mengizinkan kendaraan apa pun kembali ke Gaza.”
Arahan tersebut digunakan di berbagai lokasi, termasuk rumah Pessi Cohen di Kibbutz Be’eri, tempat 13 dari 14 warga ‘Israel’ terbunuh. Sebuah sumber Haaretz menyatakan, “Instruksi tersebut dimaksudkan untuk mengubah area di sekitar pagar perbatasan [Gaza] menjadi zona pembantaian, menutupnya ke arah barat.”
Penyelidikan Militer pada Operasi 7 Oktober
Investigasi ‘Israel’ mengakui kegagalan total dalam mencegah operasi perlawanan pada 7 Oktober terhadap permukiman ‘Israel’ yang mengepung Gaza. Laporan tersebut mengungkap rincian baru tentang serangan tersebut dan akibatnya.
Seorang pejabat senior militer ‘Israel’, yang berbicara tanpa menyebutkan nama, menggambarkan serangan itu sebagai “kegagalan total.” Ia mengakui bahwa tentara gagal melindungi para pemukim ‘Israel’. “Banyak warga sipil terbunuh hari itu sambil bertanya-tanya, atau bahkan dengan lantang, di mana tentara ‘Israel’ berada,” katanya.
Menurut ringkasan militer, pasukan ‘Israel’ gagal melindungi para pemukim. Divisi Gaza kewalahan pada dini hari operasi karena kelompok perlawanan menguasai lokasi militer utama. Pejabat itu mengakui bahwa tentara terlalu percaya diri dan meremehkan kemampuan Hamas sebelum operasi dimulai.
Penyelidikan menemukan bahwa operasi tersebut berlangsung dalam tiga gelombang, yang melibatkan sekitar 5.000 pejuang perlawanan. Gelombang pertama melibatkan lebih dari 1.000 pejuang elit Hamas yang menyusup di bawah tembakan gencar. Gelombang kedua terdiri dari 2.000 pejuang, sedangkan gelombang ketiga melibatkan ratusan lainnya, disertai ribuan warga sipil, yang kembali ke tanah air mereka.
Laporan tersebut menyatakan bahwa Divisi Gaza berhasil ditundukkan pada awal operasi, dan pasukan ‘Israel’ baru mulai melawannya pada tengah hari. Pejabat tersebut mengakui bahwa “harga yang kami bayar pada 7 Oktober dalam hal korban jiwa tidak tertahankan.”
Penyelidikan tersebut juga menyalahkan kelemahan mendalam pada sistem intelijen ‘Israel’. Dinyatakan bahwa kegagalan tersebut diakibatkan oleh masalah internal yang serius dalam intelijen militer. Strategi manajemen konflik dan pertahanan garis depan yang telah lama diterapkan runtuh selama serangan tersebut.
Laporan tersebut mencatat bahwa Hizbullah tidak ikut bertempur lebih awal karena kurangnya koordinasi. The Jerusalem Post mengutip sumber Angkatan Udara ‘Israel’ yang mengatakan, “Jika Hizbullah menyerang saat kami tidak siap, kami akan menghadapi situasi yang lebih buruk.”
Temuan investigasi tersebut membuat Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu marah. Para pengkritiknya menggunakan laporan tersebut untuk menuntut pertanggungjawaban. Netanyahu dilaporkan merasa frustrasi karena militer merilis temuan tersebut sebelum memberitahunya. Ia menolak seruan untuk mengundurkan diri atau menerima tanggung jawab atas operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)