DOHA (Arrahmah.id) – Para pemimpin Imarah Islam Afghanistan (IIA) telah bertemu dengan para pejabat dari Amerika Serikat di Qatar untuk pertama kalinya sejak mereka kembali berkuasa di Afghanistan dua tahun lalu.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan mengatakan pada Senin (31/7/2023) bahwa kedua belah pihak membahas langkah-langkah membangun kepercayaan selama pembicaraan dua hari tersebut, termasuk pencabutan sanksi dan larangan perjalanan serta pengembalian aset bank sentral Afghanistan yang disimpan di luar negeri.
Kedua delegasi juga membahas pemberantasan narkotika dan isu-isu hak asasi manusia, kata Abdul Qahar Balkhi, lansir Al Jazeera.
Tidak ada negara yang secara resmi mengakui IIA sejak mereka kembali berkuasa.
IIA mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021 ketika pemerintah Afghanistan yang didukung Barat runtuh setelah penarikan pasukan Amerika Serikat yang kacau dari negara itu setelah 20 tahun perang.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pejabatnya mengatakan kepada IIA bahwa Washington terbuka untuk melakukan pembicaraan teknis mengenai stabilitas ekonomi dan mengulangi keprihatinan mengenai “memburuknya” hak-hak asasi manusia di negara tersebut.
Mereka yang hadir -termasuk Perwakilan Khusus AS Thomas West dan Utusan Khusus untuk Perempuan, Anak Perempuan, dan Hak Asasi Manusia Afghanistan Rina Amiri- menyuarakan “keprihatinan yang mendalam terkait penahanan, pemberangusan media, dan pembatasan terhadap praktik keagamaan”, demikian pernyataan tersebut.
Para pejabat tersebut juga menyerukan kepada IIA untuk mencabut larangan terhadap pendidikan menengah bagi anak perempuan dan pekerjaan bagi perempuan, serta pembebasan warga Amerika yang ditahan.
Mereka juga “menyuarakan keterbukaan untuk melanjutkan dialog tentang kontra-narkotika”, mengakui adanya penurunan yang signifikan dalam penanaman bunga poppy pada musim tanam ini.
Delegasi AS juga bertemu dengan perwakilan bank sentral Afghanistan dan Kementerian Keuangan, dengan Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa mereka “memperhatikan” penurunan inflasi serta peningkatan ekspor dan impor pada 2023.
Departemen Luar Negeri mengatakan akan terbuka untuk “dialog teknis mengenai isu-isu stabilisasi ekonomi segera”, kata pernyataan itu.
AS membekukan sekitar $7 miliar dana bank sentral Afghanistan yang disimpan di Federal Reserve Bank of New York setelah IIA mengambil alih kekuasaan. Setengah dari dana tersebut sekarang berada di Afghan Fund yang berbasis di Swiss.
Sebuah audit yang didanai oleh AS terhadap bank sentral Afghanistan gagal mendapatkan dukungan Washington untuk mengembalikan aset-aset dari dana perwalian tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)