DUBAI (Arrahmah.id) –– Elit dan mantan presiden Afghanistan yang didukung Barat, melarikan diri ke kondominium mewah di Dubai hingga vila tepi pantai di California. Disisi lain, puluhan ribu orang Afghanistan terpaksa meninggalkan negara itu selama kudeta Taliban pada Agustus 2021 lalu.
Mereka masih merasa di kamp-kamp pengungsi yang sempit di seluruh dunia. Sedangkan jutaan rakyat Afganistan yang memilih menetap terpaksa menghadapi kelaparan. Pekan lalu, lebih dari 1.000 orang tewas dan 10.000 rumah hancur setelah gempa kuat melanda Afghanistan tenggara.
Menurut laporan terbaru Wall Street Journal, mantan pejabat Afghanistan, termasuk pembantu mantan Presiden Ashraf Ghani, menghabiskan jutaan dolar untuk membeli properti di Dubai dan Amerika Serikat (AS) selama tahun-tahun terakhir pemerintahnya.
Seorang pengawas AS mengatakan awal bulan ini bahwa jutaan dolar hilang dari istana presiden dan Direktorat Keamanan Nasional selama pengambilalihan Taliban Agustus lalu. Menurut pengawas, eks Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani tak mungkin melarikan diri dengan membawa uang tunai jutaan dollar.
Ghani diketahui pindah ke hotel bintang lima St Regis yang terkenal di dunia di Abu Dhabi setelah meninggalkan Afghanistan. Dia sekarang tinggal di UEA (Uni Emirat Arab).
Laporan korupsi di dalam pemerintah Afghanistan dan penyelewengan dana bantuan menggambarkan kegagalan para para pemimpinnya.
“Saya memberikan tahun-tahun terbaik dalam hidup saya untuk membangun kembali negara ini, untuk mendidik generasi pemikir berikutnya. Dan sekarang di sinilah saya, rentan dan bahkan tidak mampu menghidupi keluarga saya sendiri, sementara mereka yang tidak melakukan apa pun untuk negara hidup nyaman,” ujar Mina, seorang profesor universitas yang ingin disebutkan namanya, dikutip dari Tolo News (1/7/2022).
Taliban telah berjuang untuk menghidupkan kembali ekonomi yang dilanda perang setelah Barat menjatuhkan sanksi. AS membekukan dana bank sentral Afghanistan senilai hampir 10 miliar USD setelah menarik militer.
Krisis keuangan di negara itu telah merembes ke dalam rumah tangganya. Mina berjuang memenuhi kebutuhan dengan gaji yang berkurang secara signifikan dan terputus-putus. Disisi lain, terjadi kenaikan harga berbagai kebutuhan rumah tangga, seperti minyak goreng dan tepung.
“Kami kelaparan dan saya merasa sangat putus asa, terutama ketika saya melihat bahwa mereka yang meninggalkan kami dalam situasi ini menjalani kehidupan yang nyaman,” ucapnya, dilansir dari Al Jazeera.
Kamaluddin Koshan, seorang jurnalis sekaligus dokter untuk melayani rakyat, juga bertahan hidup sebagai pengungsi di negara tetangga Pakistan. Ia sekarang terpaksa lebih sering bergantung pada sedekah dan amal.
“Saya memiliki penghasilan yang memuaskan dan jujur, tetapi yang terpenting saya menyukai pekerjaan yang saya lakukan karena membantu negara kita. Saya tidak membayangkan di sinilah saya akan berakhir hari ini,” tuturnya. (hanoum/arrahmah.id)