JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah terjadinya praktik intoleransi beragama di Indonesia sebagaimana disebut dalam sidang tinjauan periodik universal II (Universal Periodic Review – UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.
“Tidak ada intoleransi beragama di Indonesia,” kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj seperti dikutip antaranews di Jakarta, Selasa.
Namun demikian, Said Aqil mengakui meskipun secara umum toleransi beragama sudah baik, memang ada sejumlah kasus yang mungkin diartikan sebagai bentuk intoleransi, tetapi itu tidak tepat jika lantas digeneralisasi bahwa tidak ada intoleransi beragama di Indonesia.
“Jika yang disorot adalah kasus pembangunan gereja Yasmin di Bogor yang masih sulit maka itu tidak bisa lantas dinilai secara umum tidak ada toleransi beragama, kecuali jika di Bogor sama sekali tidak ada gereja,” kata Said Aqil.
Di sejumlah daerah yang mayoritas berpenduduk non-Muslim, pendirian masjid baru juga agak sulit, namun bukan berarti di daerah itu tidak ada masjid sama sekali.
Said Aqil menilai hal itu sebagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, dan NU mendorong dilakukannya dialog bersama semua pihak, dengan mengesampingkan kepentingan kelompok masing-masing.
“Mari kita berdialog untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dialog bersama yang saling terbuka. Diperlukan dialog antartokoh agama, antarelit, agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik,” kata kiai bergelar doktor lulusan Universitas Ummul Qura`, Mekkah, tersebut.
Sebelumnya, dalam sidang UPR yang diikuti 49 negara anggota dewan HAM, termasuk Indonesia, sejumlah delegasi negara peserta sidang, seperti Austria, Norwegia, Belanda, Jerman, India, dan Italia, menyoroti seputar persoalan intoleransi dan perlindungan hak-hak minoritas di Indonesia. (bilal/arrahmah.com)