JAKARTA (Arrahmah.id) – Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf meluruskan pernyataan yang dikeluarkan oleh Lembaga Dakwah PBNU yang meminta pemerintah Indonesia untuk melarang penyebaran paham Wahabi takfiri.
Ia menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Lembaga Dakwah PBNU tersebut kontra produktif dan menimbulkan beragam tafsir pada masyarakat luas.
“Rilis LDNU kontra produktif dan tidak pernah dikonsultasikan dengan PBNU khususnya kepada Rais Aam dan Ketua Umum. Masalah sepenting ini mereka tidak konsultasi dan tidak memberitahukan,” kata Saifullah atau yang akrab disapa Gus Ipul dalam keterangannya pada Senin (31/10/2022), seperti dilansir detik.
Gus Ipul juga mengungkapkan bahwa PBNU langsung mengeluarkan intruksi yang meminta agar lembaga Nahdlatul Ulama tidak memberikan pernyataan yang bersifat strategis, terlebih dalam urusan agama, sebelum mendapat persetujuan Rais Aam dan Ketua PBNU.
Instruksi yang bernomor 225/PB.03/A.I.03.41/99/10/2022 tersebut telah ditandatangani langsung oleh Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf dan Sekjen.
“Seluruh hasil permusyawaratan yang dikeluarkan oleh lembaga, badan khusus maupun badan otonom harus dilaporkan kepada PBNU dalam hal ini Rais Aam dan Ketua Umum PBNU untuk mendapatkan persetujuan,” katanya.
Dia mengatakan pernyataan Lembaga DAkwah PBNU belum mendapatkan persetujuan PBNU, maka perlu diabaikan karena bukan keputusan resmi perkumpulan.
Sebelumnya, Lembaga Dakwah PBNU menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk melarang persebaran paham Wahabi dan acara seperti HijrahFest atau HijabFest.
Rekomendasi ini disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU pada 25-27 Oktober 2022 di UPT Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.
Diketahui, rakernas ini menghasilkan sejumlah rekomendasi internal dan eksternal NU. Salah satu poin rekomendasinya adalah melarang penyebaran paham Wahabi.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah, baik melalui majelis taklim, forum kajian, media online, maupun media sosial (dalam bentuk tulisan, audio, maupun visual),” demikian bunyi rekomendasi itu di laman LD PBNU, pada Jumat (28/10).
Salah satu event yang direkomendasikan oleh Lembaga Dakwah PBNU adalah event milenial seperti HijrahFest atau HijabFest.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk mewaspadai dan tidak memberikan izin penyelenggaraan kegiatan/event yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang dibalut dengan penyelenggaraan kegiatan festival keagamaan ala milenial yang menarik minat generasi muda, seperti HijrahFest atau HijabFest,” lanjutnya.
Rekomendasi ini, lanjutnya, karena paham Wahabi dinilai kerap melontarkan tudingan bid’ah dan pengkafiran.
“Bahwa pada masyarakat muslim akar rumput kerap terjadi perdebatan, tudingan bid’ah, bahkan pengkafiran atas tradisi keagamaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam oleh kelompok Islam yang mengikuti paham Wahabiyah,” ujarnya.
LD PBNU menyebut paham Wahabi bisa memicu gesekan sosial hingga perpecahan. Selain itu, paham ini dianggap berpotensi mengarah ke terorisme.
“Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan terjadi gesekan sosial, saling fitnah yang berakibat pada perpecahan, konflik sosial, munculnya kelompok yang menolak Pancasila dan NKRI, serta potensi kekerasan dan terorisme,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.id)