TRIPOLI (Arrahmah.com) – PBB menarik staf internasionalnya keluar dari Tripoli, Ahad (1/5/2011), ketika situasi keamanan di ibu kota Libya memburuk karena serangan udara NATO yang diperkirakan menewaskan beberapa anggota keluarga Moamer Gaddafi.
Kedutaan besar Italia dan kediaman dubes Inggris telah dibakar beberapa jam setelah muncul laporan bahwa putera Gaddafi, Saif al-Arab, dan tiga cucunya tewas dalam serangan udara NATO. Tidak ada orang dalam bangunan-bangunan tersebut pada waktu itu tapi asap masih dapat dilihat naik dari tempat itu Ahad siang.
“Dua belas staf internasional PBB di Tripoli telah meninggalkan sementara ibu kota itu dan sekarang di Tunisia,” kata juru bicara PBB Martin Nessirky di New York.
Nessirky mengatakan PBB akan terus meninjau situasi keamanannya. “Kami mengharapkan dapat kembali ke Tripoli secepat mungkin jika situasi mengijinkan” ujarnya.
Nessirky menambahkan, staf setempat PBB masih di Libya dan staf internasional PBB masih di Benghazi, kota penting yang dikuasai pemberontak di Libya timur.
Kepada AFP, Stephanie Bunker, juru bicara Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan, mengatakan bahwa ada “serangan terhadap sebuah bangunan PBB di Tripoli. Beberapa orang memaksa masuk ke komplek yang telah tak dihuni tersebut dan mengambil beberapa kendaraan. Bunker juga menambahkan bahwa semua staf PBB “aman dan dapat dijelaskan”.
Kehadiran kemanusiaan PBB di Tripoli telah disetujui oleh koordinator bantuan darurat Valerie Amos melalui perjanjian yang ditandatangani dengan pemerintah Libya pada 17 April lalu.
Perjanjian itu akan “memungkinkan kami berkeliling dan melihat sendiri tepatnya apa yang terjadi”, kata Amos pada waktu itu.
Dubes Libya diusir Inggris
Sementara itu Roma dan London sudah mengkonfirmasi bahwa misi diplomatik mereka telah diserang, dan Menlu Inggris William Hague telah mengumumkan pengusiran duta besar Libya sebagai balasan.
Di London, Hague mengatakan: “Saya mengecam serangan terhadap kedubes Inggris di Tripoli dan juga misi diplomatik lainnya. Karena itu saya mengambil keputusan untuk mengusir duta besar Libya. Ia dinyatakan sebagai persona non grata sesuai dengan pasal sembilan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik dan memiliki waktu 24 jam untuk meninggalkan negara (Inggris).
“Konvensi Wina minta pemerintah Gaddafi untuk melindungi misi diplomatik di Tripoli. Dengan kegagalan melakukan hal tersebut maka rezim itu sekali lagi telah melanggar tanggung jawab dan kewajiban internasionalnya,” kata Hague.
Menlu Italia mengecam apa yang ia katakan sebagai “tindakan kejam dan keji”. Namun baik Menlu Italia ataupun Menlu Inggris, keduanya tidak mengomentari serangan brutal NATO yang menurut juru bicara pemerintah Libya Musa Ibrahim telah menewaskan putra dan tiga cucu Gaddafi.
Inggris telah menarik utusannya untuk Tripoli pada awal konflik Februari dan Italia menutup misinya pada Maret.
PM Inggris David Cameron telah meminta kebijakan serangan NATO “sesuai” dengan resolusi PBB yang mengijinkan serangan di Libya dengan tujuan yang dinyatakannya untuk melindungi warga sipil. (rasularasy/arrahmah.com)