NEW YORK (Arrahmah.com) – Utusan sementara PBB untuk Libya, Stephanie Williams, pada hari Rabu (2/9/2020) mengecam apa yang disebutnya pelanggaran “terang-terangan” terhadap embargo senjata yang berlaku di negara yang dilanda perang itu.
Sejak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres terakhir kali memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan pada 8 Juli sekitar 100 penerbangan pasokan ulang yang mendarat di Libya untuk membantu pasukan yang setia kepada Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli dan pasukan saingannya yang dipimpin oleh Khalifa Haftar di Libya timur.
Sembilan kapal kargo berlabuh di Libya barat, sementara tiga lainnya dilaporkan tiba di timur negara itu. Dia juga menuduh kekuatan asing “memperkuat aset mereka” di kedua sisi.
“Embargo senjata tetap sama sekali tidak efektif,” menurut laporan sementara dari para ahli PBB, yang menambahkan bahwa pelanggaran itu “ekstensif, terang-terangan dan dengan mengabaikan sanksi sama sekali.”
Williams mengatakan aktivitas itu “merupakan pelanggaran yang mengkhawatirkan terhadap kedaulatan Libya, pelanggaran terang-terangan terhadap embargo senjata PBB.”
Misi PBB di Libya, yang mandatnya akan diperbarui pada pertengahan September, “terus menerima laporan kehadiran besar-besaran tentara bayaran dan operator asing,” katanya.
Williams menambahkan bahwa kehadiran mereka memperumit “peluang penyelesaian di masa depan.”
Utusan Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menolak tuduhan campur tangan Rusia.
“Tidak ada satupun tentara Rusia saat ini di Libya,” katanya, sementara rekannya dari AS Kelly Craft mengecam kehadiran tentara bayaran Rusia yang terkait dengan Kremlin.
“Tidak ada tempat bagi tentara bayaran asing atau pasukan proksi di Libya, termasuk wakil Kementerian Pertahanan Rusia, Grup Wagner, yang berperang bersama Haftar,” katanya.
Duta Besar Perancis untuk PBB Nicolas de Riviere menyerukan penguatan misi badan dunia di Libya, sehingga dapat membantu menggembalakan gencatan senjata pada akhirnya dan memastikan embargo senjata dihormati.
Beberapa anggota Dewan menyerukan pencalonan cepat utusan khusus tetap PBB untuk Libya.
Ghassan Salame mengundurkan diri pada Maret karena alasan kesehatan, dan perselisihan antara AS dan mitranya tentang bagaimana peran itu harus didefinisikan telah terhenti dalam menentukan penggantinya.
Libya telah mengalami hampir satu dekade kekacauan yang tiada henti sejak pemberontakan yang didukung NATO tahun 2011 yang menggulingkan dan menewaskan penguasa veteran Muammar Gaddafi.
GNA dan pemerintahan timur yang didukung Haftar sekarang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dengan latar belakang puluhan konflik lokal. (Althaf/arrahmah.com)