KABUL (Arrahmah.com) – Kepala misi PBB di Afghanistan mengatakan pada hari Kamis (4/3) bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk mewujudkan solusi politik terhadap Taliban (yang selama ini sering dipakai untuk menyebut mujahidin Imarah Afghan) untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 8 tahun.
“Sudah waktunya untuk berbicara,” kata Kai Eide.
Dalam jumpa pers terakhir sebagai wakil PBB, Eide mengatakan dia berharap konferensi jirga musim semi ini akan dimanfaatkan benar-benar oleh Presiden Afganistan Hamid Karzai untuk mengorganisasikan berbagai macam pihak dalam rangka menghasilkan konsensus nasional untuk perdamaian.
Dalam jumpa pers di kompleks PBB, Eide mengatakan ia selalu berada di balik kebijakan mendamaikan kedua kubu yang saling berseteru (pemerintah boneka Kabul dan mujahidin Afghanistan), tetapi ia mengaku tidak memiliki acuan tentang kompleksitas perundingan damai dengan pemimpin Taliban.
Eide, diplomat Norwegia, akan mundur setelah dua tahun masa jabatannya setelah serangan yang menewaskan lima pekerja PBB di sebuah hotel kecil di ibukota Afghanistan, Kabul.
Eide sendiri membantah bahwa kontroversi pemilu yang terjadi tahun lalu, dimana kemenangan Karzai dianggap sebagai kecurangan, dikaitkan dengan keputusannya untuk tidak memperpanjang kontraknya yang dua tahun.
Eide mencari pembenaran dengan mengatakan untuk menentukan kesuksesan dalam satu atau dua tahun di sebuah negara konflik adalah sesuatu yang sulit diterima, tapi Eide yakin bahwa kemajuan yang ia lihat tahun ini menunjukkan pada rakyat Afghanistan dan masyarakat internasional bahwa penyelesaian konflik telah berada dalam jangkauan.
Ia mengatakan pada konferensi London pada bulan Januari lalu, Afghanistan menandai awal dari sebuah fase transisi – yang tergantung pada perubahan pola pikir pemerintah Afghanistan maupun negara-negara donor.
“Afghanistan adalah kadang-kadang, menurut saya, dilihat dan diperlakukan sebagai negara tak bertuan, bukan sebagai negara berdaulat,” katanya.
“Pandangan seperti itu harus berakhir karena telah menyulut kecurigaan adanya campur tangan asing yang tidak dapat diterima, serta rasa malu dan perasaan bahwa orang Afghan sendiri tidak memiliki kendali atas masa depan mereka.”
Sedangkan di sisi Afghanistan sendiri, kata Aide, pemerintah Kabul harus berbuat lebih banyak untuk memikul tanggung jawab dalam membersihkan korupsi, menanggapi kebutuhan rakyatnya dan mengambil tanggung jawab untuk menentukan masa depan.
Eide menegaskan ketakutannya bahwa membanjirnya lebih dari 30.000 tentara AS dan ribuan pasukan NATO ke Afghanistan hanya akan meningkatkan tekanan agar proyek bantuan sipil dilakukan dengan instant dan hanya memuaskan pembayar pajak luar negeri. (althaf/ap/arrahmah.com)