JENEWA (Arrahmah.com) – Kejahatan perang dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan selama pertempuran untuk provinsi Idlib yang dikuasai pejuang Suriah, sebuah penyelidikan PBB mengatakan pada Selasa (7/7/2020).
Komisi Penyelidikan Internasional Independen tentang Suriah mengatakan orang-orang mengalami “penderitaan mengerikan” selama kampanye yang diluncurkan pada akhir 2019 oleh pasukan pro-rezim untuk merebut kembali daerah terakhir yang tersisa yang masih dikendalikan oleh pejuang Suriah, lansir Al Jazeera.
“Anak-anak ditembaki di sekolah, orang tua ditembaki di pasar, pasien ditembaki di rumah sakit, dan seluruh keluarga dibombardir bahkan ketika melarikan diri,” kata ketua komisi Paulo Pinheiro.
Rezim Suriah pimpinan Bashar Asad, yang didukung oleh Rusia, pada bulan Desember meluncurkan ofensifnya terhadap wilayah barat laut, yang didominasi oleh afiliasi Mujahidin Hai’ah Tahrir Syam (HTS).
Gencatan senjata genting yang ditengahi oleh Rusia dan Turki yang mendukung oposisi, mulai berlaku pada awal Maret, namun gencatan tersebut runtuh dalam waktu singkat.
Bom waktu
Ofensif Idlib menyebabkan satu juta orang mengungsi dan lebih dari 500 warga sipil tewas, menurut PBB. Laporan komisi setebal 29 halaman ini mencakup periode mulai 1 November hingga 1 Juni.
Berkali-kali Komisi mengatakan bahwa Idlib adalah bom waktu -dan laporan ini menjabarkan apa yang terjadi dengan penderitaan manusia setelah ledakan parsial,” kata Pinheiro kepada wartawan. “Orang-orang Idlib terjebak, terluka oleh pertempuran dan pelecehan selama konflik, dan dipaksa untuk hidup dalam teror.”
Mereka termasuk 17 serangan yang melanda rumah sakit dan fasilitas medis, 14 melibatkan sekolah, sembilan di pasar, dan 12 lainnya di rumah-rumah. Serangan-serangan ini “ditandai sebagai kejahatan perang”, kata laporan itu.
“Mereka diperkirakan menyebabkan pengungsian besar-besaran, karena warga sipil tidak punya pilihan selain melarikan diri, dan mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” tambahnya. (haninmazaya/arrahmah.com)