JENEWA (Arrahmah.com) – PBB telah memperingatkan “malapetaka besar” di Suriah selatan, yang menyebabkan meningkatnya jumlah orang yang melarikan diri dari serangan pemerintah yang ganas yang bertujuan merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak menjadi sekitar 160.000 jiwa.
Zeid Ra’ad al-Hussein, Komisaris Tinggi PBB untuk hak asasi manusia, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat (29/6/2018) bahwa ada “risiko besar yang memperparah pertempuran akan menyebabkan banyak warga sipil yang terperangkap”, serta mengutuk “bagaimana warga sipil di Suriah terus digunakan sebagai pion oleh berbagai pihak”.
Diluncurkan pada 19 Juni, operasi militer pemerintah Suriah dimaksudkan untuk merebut kembali provinsi selatan Daraa, Quneitra dan sebagian Sweida, yang sebagian besar masih dipegang oleh pejuang oposisi.
Dengan dukungan dukungan udara Rusia, pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad telah merebut kembali sejumlah wilayah dan terus maju ke arah selatan di mana sisa-sisa terakhir oposisi tetap ada.
Al-Hussein menuturkan kantornya menerima laporan bahwa “dalam beberapa hari terakhir, warga sipil di beberapa pos pemeriksaan pemerintah di bagian tenggara dan barat Daraa hanya diizinkan melalui daerah-daerah yang dipegang pemerintah di kota Daraa dan pemerintahan Sweida dengan membayar sejumlah uang.”
“Untuk menambah situasi suram yang dihadapi warga sipil, ada juga laporan bahwa pejuang ISIL yang mengendalikan area Yarmouk di bagian barat Daraa, tidak membiarkan warga sipil meninggalkan wilayah yang berada di bawah kendali mereka.”
Zeid menekankan faksi yang bertikai harus bertanggung jawab terhadap warga sipil di bawah hukum internasional yang mengamanatkan bahwa mereka harus melakukan yang terbaik untuk melindungi warga sipil … [dan] menyediakan jalur aman bagi mereka yang ingin melarikan diri.”
Secara terpisah, kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pada Jumat (29/6) bahwa lonjakan dalam pertempuran selama dua hari terakhir telah menyebabkan perpindahan sekitar 160.000 orang – tiga kali lipat dari yang dilaporkan sebelumnya.
“Banyak dari mereka yang telah mengungsi dalam gelombang permusuhan baru-baru ini dilaporkan telah bergerak menuju perbatasan Yordania dan menuju Quneitra, dekat daerah Dataran Tinggi Golan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya pada Jumat (29/6), gencatan senjata sementara di Daraa antara pasukan pemerintah dan kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA), yang diperantarai oleh Rusia dan Yordania, berakhir pada siang hari (09.00 GMT).
Kemudian pada hari itu, seorang pejabat Yordania mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa gencatan senjata baru telah disepakati oleh pemerintah dan pemberontak Suriah, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Namun, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington tidak bisa mengkonfirmasi atau menyangkal laporan gencatan senjata dan menggambarkan situasi di Suriah selatan sebagai situasi yang “suram”, dimana pasukan pemerintah Suriah dan Rusia terus mengebom daerah tersebut.
Provinsi Deraa adalah wilayah strategis yang membentang di sepanjang perbatasan dengan Yordania dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Sampai saat ini, provinsi tersebut adalah bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang didukung dan ‘ditengahi’ AS.
Di kota al-Musayfirah di Daraa timur, serangan udara yang menargetkan tempat perlindungan bawah tanah menewaskan 17 orang, termasuk 11 anak-anak. Insiden ini merupakan yan terburuk sejak serangan pemerintah Suriah dimulai di daerah itu pada 19 Juni, menurut kantor berita DPA.
Insiden tersebut membawa setidaknya 96 jumlah total warga sipil yang tewas, termasuk 19 anak-anak, sejak serangan di Daraa dimulai, menurut laporan.
Kekerasan telah menimbulkan kekhawatiran tentang situasi kemanusiaan di provinsi ini.
Televisi Al-Mayadeen yang berafiliasi dengan Hizbullah mengatakan pasukan pemerintah Suriah telah membuka tiga titik penyeberangan di wilayah yang dikuasai pemberontak untuk warga sipil yang ingin melarikan diri ke sisi lain.
Warga Suriah melarikan diri dari pertempuran dan menuju tetangganya, Yordania, telah ditolak masuk, dengan dalih bahwa pihak berwenang di sana tidak memiliki sumber daya untuk menghadapi gelombang pengungsi baru.
“Yordania sudah memiliki 1,3 juta warga Suriah. Negara kami telah mencapai kapasitas maksimumnya. Yordania telah memikul tanggung jawab ini, dan saya harus mengatakan, kami telah melakukannya sendiri,” kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pada Kamis (28/6).
Daraa dianggap sebagai tempat permulaan pemberontakan anti-pemerintah yang meletus di Suriah pada Maret 2011, setelah serangkaian penangkapan memicu protes yang menyebar ke seluruh negeri. (Althaf/arrahmah.com)