TORONTO (Arrahmah.id) – Penghinaan terhadap kitab suci dan tempat ibadah “tidak dapat diterima,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric pada Kamis (20/7/2023), dalam menanggapi penodaan terhadap Al-Quran di Swedia.
“Apa yang kita butuhkan adalah saling menghormati. Saya pikir kita sudah sangat jelas bahwa penodaan terhadap kitab suci dan penodaan terhadap tempat ibadah tidak dapat diterima,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers, seperti dilansir Anadolu (20/7).
Memperhatikan bahwa tindakan-tindakan ini secara historis telah digunakan sebagai provokasi, Dujarric menekankan pentingnya untuk tidak terpancing.
Ia menyatakan bahwa masyarakat harus saling menghormati agama masing-masing, menahan diri untuk tidak main hakim sendiri, dan menghindari tindakan kekerasan.
Kamis pagi, kerumunan warga Irak menyerbu Kedutaan Besar Swedia di Baghdad dan membakarnya sebagai bentuk protes atas pembakaran salinan Al-Quran, kitab suci umat Islam, pada 28 Juni lalu yang dilakukan oleh Salwan Momika, seorang pria kelahiran Irak yang kini tinggal di Swedia.
Kementerian Luar Negeri Swedia mengutuk serangan terhadap kedutaan besarnya di Baghdad, dan menyebutnya sebagai “pelanggaran serius” terhadap Konvensi Wina.
Banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Rusia, Turki, Irak, Pakistan, Indonesia, Afghanistan dan negeri-negeri kaum Muslim lainnya, mengecam serangan tersebut.
Swedia juga meluncurkan penyelidikan atas insiden tersebut.
Setelah penyerbuan misi diplomatik Stockholm, Momika kembali menodai salinan Al-Quran dengan menginjaknya, juga menginjak bendera Irak di depan kedutaan besar Irak di Swedia.
Insiden pada Kamis terjadi setelah Irak memperingatkan Swedia bahwa mereka dapat memutuskan hubungan diplomatik jika penodaan terhadap Al-Quran terjadi lagi. Baghdad melanjutkan aksinya dengan menyatakan duta besar Swedia sebagai persona non grata setelah kitab suci itu dinodai untuk kedua kalinya dalam sebulan. (haninmazaya/arrahmah.id)